- setiap perjalanan tempat tirta yatra catat tempat dan waktu datang atau perginya
- ingatlah setiap moment yang paling disenangi, paling sedih, paling berkesa, paling jahil, pokoknya yang paling diinget (jangan tidur melulu kerjanya di Bis)
- tulis laporan perjalanan semenarik mungkin, disi dengan sejarah tempatnya dulu ya kalau yang itu bisa dicari ditempatnya mbah Google atau di buku.
- ingat berfoto juga disetiap tempat yang dikunjungi (jangan berselfi diaja)
- mudah - mudahnan contoh laporan tirta yatra ini bisa menolong..ok Cekidot
CONTOH LAPORAN PERJALANAN TIRTA YATRA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya,
penulis dapat menyelesaikan laporan tirta yatra tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapat
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis pada kesempatan ini
mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak dan Ibu narasumber/informan
yang telah memberikan informasi tentang segala data yang penulis perlukan untuk
kelengkapan laporan ini.
2. Semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu-persatu.
Semoga
apa yang telah diberikan memperoleh pahala yang setimpal dari Ida Sang Hyang
Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang tersaji dalam
laporan ini masih jauh dari laporan yang sempurna karena kekurangan dan
keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif
guna menyempurnakan karya-karya ke depannya. Pada akhirnya, penulis tetap
berharap semoga laporan ini bermanfaat dan berguna bagi dunia pendidikan.
Sibetan, 10 Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ………………………………………………………………….. i
DAFTAR
ISI ……………………………………………………………………………. ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang……………………………………………………………………… 1
1.2 Tujuan Kegiatan …………………………………………………………………… 1
1.3 Anggota
…………………………………………………………………………… 2
1.4 Waktu
……………………………………………………………………………… 2
1.5 Tempat
yang Dikunjungi ………………………………………………………….. 2
BAB
II ISI
2.1
Perjalanan/Keberangkatan ………………………………………………………… 3
2.2 Kegiatan Perjalanan ………………………………………………………………. 3
2.3 Perjalanan Pulang …………………………………………………………………. 11
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesan
dan Pesan …………………………………………………………………. 12
3.2 Saran
……………………………………………………………………………… 12
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
FOTO
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata tirtha secara tata
bahasa Sanskerta disebutkan berasal dari akar kata “tr” yang berarti
“tiryate anena” (dengan mana diseberangkan), dengan mana orang
diseberangkan dari lautan dosa. Istilah lain yang mempunyai arti yang sama
dengan Tirthayatra
adalah “tirthatana”, “tirthabhigamana”. Orang-orang yang
melakukan tirtayatra disebut Tirtayatri yang di India disebut yatri
saja. Disamping Tirtayatra ada istilah lain yang mirip
dengan Tirtayatra adalah Dharmayatra. Dharmayatra biasanya lebih
tepat untuk menyebutkan orang-orang yang melakukan perjalanan suci untuk
menyebarkan dharma. Sebagai contoh perjalanan yang dilakukan Rsi Agastya yang
datang ke Indonesia untuk menyebarkan ajaran dharma.
Makna tirta yatra dari
aspek spiritual adalah sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan keyakinan
umat Hindu terhadap agamanya. Sedangkan jika ditinjau dari aspek sosial, makna
tirta yatra adalah menumbuhkan kesadaran keumatan diantara umat Hindu.
Bagi kami tirta yatra
memiliki makna sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang
Widhi, meningkatkan keimanan, dan kesucian rohani serta dalam melaksanakan
tirta yatra patutlah didasari dengan pikiran yang jernih serta suci. Tidaklah
patut bagi seseorang yang melaksanakan tirta yatra memiliki pikiran yang kotor.
Untuk menghindari hal tersebut kita diwajibkan agar mengendalikan diri dan
mengekang hawa nafsu.
Tirta yatra
merupakan yadnya agung yang sangat mulia, oleh karena itu ia merupakan
keharusan untuk dilakukan oleh setiap orang. Tirtayatra tidaklah harus
diartikan melakukan persembahyangan ke beberapa tempat suci. Bagi yang
kurang mampu (daridra) tetap bisa melakukan tirta yatra ke dalam diri
karena di dalam diri juga ada tirta. Jadi tirta yatra ke
dalam diri ini berarti membersihkan diri ke dalam.
1.2
Tujuan Kegiatan
Tujuan mengadakan tirta
yatra adalah :
- Meningkatkan
kesucian pribadi dan memperkuat keimanan kepada Ida Sang Hyang
Widi dengan memperluas cakrawala memandang keagungan-Nya sehingga
manusia makin teguh mengamalkan ajaran dharma.
- Menghayati
nilai-nilai sejarah dari objek suci yang dikunjungi.
- Mengimbangi
dosa dengan perbuatan-perbuatan dharma. Istilah mengimbangi dosa digunakan
karena menurut kepercayaan Hindu, dosa seseorang akan melekat pada atman
sebagai karmawasana sesuai dengan ketentuan hukum karma phala.
- Untuk
melaksanakan program OSIS SMPN 1 Bebandem tahun 2015/2016.
1.3 Anggota
Seluruh siswa kelas IX SMPN 1 Bebandem
beserta guru pendamping
1.4
Waktu
Tirta
yatra ini kami laksanakan pada tanggal 6 – 7 Oktober 2015
1.5 Tempat Yang Dikunjungi
Tempat-tempat
yang kami kunjungi diantaranya:
Hari Pertama
1. Pura
Kentel Gumi
2. Restoran
Taman Sari
3. Area
Teratai Bang
4. Tanah
Lot
5. Tirta
Empul
Hari Kedua
1. Monument
Bajra Sandhi
2. Krishna
Oleh – Oleh Bali
3. Pura
Mandala
4. Green
Park
BAB
II
ISI
2.1 Keberangkatan
Pada
hari Selasa pagi tepatnya tanggal 6 Oktober 2015 adalah hari yang kami tunggu –
tunggu karena pada hari itu kami akan mengadakan Study Tour di Bali atau Tirta
Yatra yang diikuti oelh siswa – siswi kelas IX. Kami berkumpul di sekolah pagi
hari itu pada pukul 05.30wita. sebelum kami berangkat kami diberikan pengarahan
oleh Bapak Kepala Sekolah dan guru – guru pendamping agar perjalanan Tirta
Yatra ini bisa berjalan dengan baik dan terkordinir, tapi sebelum itu kami
diabsen terlebih dahulu supaya kalau ada siswa yang belum datang siswa lain
akan menunggu. Setelah itu kami diberikan pengumuman tetang rute perjalanan
yang akan kami tempuh, lalu siswa dibariskan masing – masing bus dan masuk ke
bus masing – masing bus sesuai barisan. Bus pun berangkat menuju tempat pertama
yaitu Pura Kentel Gumi.
2.2
Kegiatan Perjalanan
A.
Pura Kentel Gumi
Di dalam perjalanan
menuju ke Pura Kentel Gumi kami bercanda gurau di bis untuk menghabiskan waktu
dan melihat pemandangan yang indah di jalan raya. Sekitar pukul 08.25 wita kami
sampai di Pura kentel Gumi. Dan kami langsung masuk ke dalam pura namun ada
beberapa siswa yang cuntaka harus menunggu di luar pura.
Pura Agung
Kentel Gumi sebagai salah satu Triguna Pura atau Kahyangan Tiga Bali, memiliki
beberapa kelompok pura. Pura yang sedang direhab dan berjarak sekitar 43 km
dari kota Denpasar ini, terletak di Desa Tusan, Banjarangkan, Klungkung.
Berdasarkan lontar
"Raja Purana Batur", Pura Agung Kentel Gumi merupakan salah satu dari
Tri Guna Pura atau Kahyangan Tiga Bali, yakni sebagai Pura Puseh Bali, tempat
mohon kedegdegan dan kerahayuan jagat. Sementara Pura Batur sebagai Pura
Desa-nya, tempat mohon kesuburan, dan Pura Agung Besakih sebagai Pura
Dalem-nya, tempat memohon kesucian sekala-niskala. Jadi, Pura Agung Kentel Gumi
juga menjadi bagian amat penting sebagai Pura Kahyangan Jagat yang di-sungsung
seluruh umat Hindu.
Konon dulu, diawali
tancapan sebuah tiang dari Mpu Kuturan, sebagai pacek atau pasak, menjadikan
suatu tempat menjadi pancer jagat atau dasar bumi pemberi keajegan gumi Bali
yang sebelumnya sering gonjang ganjing oleh kerusuhan di dalam kehidupan
masyarakatnya. Dari keadaan yang kembali pulih itulah konon nama Kentel Gumi
bermula. Kentel artinya kental atau padat, memiliki makna "akrab",
sedangkan gumi berarti bumi, dunia atau tanah.
Kira-kira, Kentel Gumi
bermakna "terwujudnya persatuan dan kesatuan yang kental dengan suasana
keakraban dan kedamaian hidup di bumi". Atau memiliki makna simbolik:
penegakan kembali eksistensi spiritualitas pulau Bali oleh Mpu Kuturan yang
luluh lantak sebelumnya akibat kekuasaan Raja Maya Denawa yang memerintah pada
962 M-975 M. Mpu Kuturan berhasil menertibkan dan menegakkan kembali
kemasyarakatan penduduk Bali yang sebelumnya dihancurkan oleh pemberontakan
Maya Denawa.
Selain
sejarahnya yang mengesankan Pura Kentel gumi termasuk pura yang luas sehingga
beberapa teman – teman kami memanfaatkan untuk berfoto – foto. Setelah kami
bersembahyang memohon keselamatan sekitar pukul 09.30wita rombongan kembali ke
dalam bis masing – masing dan kami melanjutkan perjalanan ke Pura Teratai Bang
tapi sebelum itu kami menikmati makan siang dulu di Restoran Taman Sari sekitar
pukul 11.30. dalam menikmati makan siang kami disuguhkan dengan pemandangan
yang indah sekitar restoran. Setelah selesai makan kami berfoto – foto sambil
menikati pemandangan dan bukit – bukit yang sangat indah dan menakjubkan
sungguh panorama yang tidak bisa dilupakan.
B.
Pura Tratai Bang
Sehabis
makan rombongan dilanjutkan ke Pura Tratai Bang Kebun Raya Bedugul sekitar
pukul 12.30wita. Kami senang menuju kesana karena belum pernah melihat seperti
apa Pura Tratai Bang. Lagi – lagi di dalam perjalanan kami bercanda dengan
teman – teman dan guru – guru, disamping itu ada juga teman kami yang mabuk dalam
perjalanan karena perjalanan di Jalan Raya Bedugul menanjak dan berkelok –
kelok dan akhirnya kami sampai pukul 13.00wita. lalu rombongan berangkat ke
Pura Tratai Bang dengan berjalan kaki. Sambil melihat pemandangan yang
menakjubkan dan melihat hutan tropis, kicauan burung – burung juga kami melihat
wahana permainan yang menarik sekitar jalan menuju Pura Tratai Bang.
Pura Teratai Bang
terletak di dalam areal hutan yang merupakan bagian dari Objek Wisata Kebun
Raya Eka Karya Bali. Suasana disekitar Pura ini menjadi daya tarik tersendiri
bagi wisatawan yang mengunjunginya. Karena selain menawarkan aroma belerangnya
yang khas, Pura ini juga menawarkan sejuknya udara pegunungan disertai dengan
ketenangan dan kicauan burung-burung yang tentunya membuat hati siapapun yang
berkunjung dan berwisata ke Pura ini menjadi tenang dan sejuk kembali.
Pura Teratai Bang
terletak di Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Tabanan, Bali. Letak dari
objek wisata ini berdekatan dengan objek wisata Kebun Raya Eka Karya, Pura Pucak
Batumeringgit, Fresh Strawberry, dan Danau Beratan
Pura
Teratai Bang merupakan salah satu Pura di Bali yang terkenal dengan aroma
belerangnya yang khas ketika wisatawan berkunjung kesana. Aroma Belerang yang
khas dari Pura ini menjadi daya tarik tambahan bagi wisatawan yang berkunjung
ke objek wisata ini. Aroma belerang ini muncul karena di sebelah Pura Teratai
Bang terdapat sebuah sumber mata air yang mengandung zat belerang.
Menurut catatan
sejarah, aroma belerang khas yang muncul di Pura Teratai Bang disebabkan karena
Pura Teratai Bang dalam kepercayaan umat Hindu di Bali, dipakai sebagai tempat
pemujaan Dewa Agni (Dewa Api) sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa.
Dari pemujaan tersebut diharapkan umat mendapatkan berbagai manfaat dalam
memahami kedudukan agni (api) dalam kehidupan di Bumi Ini. Oleh karena itu,
munculnya sumber mata air yang mengandung zat belerang ini dipercaya sebagai
jelmaan dari Dewa Agni (Dewa Api) yang turun dan berstana (Diam) di Pura
Teratai Bang ini.
Setelah
berjalan kaki selam ± 30 menit kami sampai di Pura Tratai Bang. Lalu rombongan
melaksanakan persembahyangan bersama. Selesai bersembahyang tidak lupa kami
berfoto – foto untuk mengabadikan kami pernah bersembahyang di Pura Tratai Bang
tidak lupa juga kami berbelanja membeli buah stroberi dan oleh – oleh khas
Kebun Raya Bedugul lainnya.
C.
Pura Tanah Lot
Kami
melanjutkan perjalanan menuju Pura Tanah Lot yang terkenal dengan keindahannya.
Tapi kami harus sabar karena menuju Pura Tanah Lot memerlukan perjalanan yang
lumayan panjang. Akhirnya di dalam bus kami lebih banyak tertidur karena kami
menempuh perjalanan sekitar 2 jam, kami sampai pukul 15.00wita. di Pura Tanah
Lot kami melakukan persembahyangan bersama ditemani deburan ombak membuat kami
tidak mendengar hiruk pikuk dunia di luar sana membuat kami bersembahyang lebih
khusuk. Kembali kami dibuat kagum oleh kebesaran Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang
berstana di tempat seindah ini.
Pura
Tanah Lot ini terletak di Pantai Selatan Pulau Bali yaitu di wilayah kecamatan
Kediri, Kabupaten Tabanan. Pembangunan pura ini erat kaitannya dengan
perjalanan Danghyang Nirartha di Pulau Bali. Di sini beliau pernah tinggal dan
mengajar agama dalam perjalanannya dari Pura Rambut Siwi menuju Badung.
Pada masa Kerajaan
Majapahit ada seseorang Bhagawan yang bernama Dang Hyang Dwijendra atau Dang
Hyang Nirarta.Beliau dikenal sebagai Tokoh penyebaran ajaran Agama Hindu dengan
nama “Dharma Yatra “.Di Lombok beliau dikenal dengan nama “Tuan Semeru” atau
guru dari Semeru (sebuah nama Gunung di Jawa Timur).
Pada waktu beliau
datang ke Bali untuk menjalankan misinya,yang berkuasa di Bali saat itu adalah
Raja Dalem Waturenggong yang menyambut beliau dengan sangat hormat.Beliau
menyebarkan agama Hindu sampai ke pelosok-pelosok Pulau Bali.Suatu ketika pada
saat beliau menjalankan tugasnya,beliau melihat sinar suci dari arah tenggara
dan beliau mengikutinya sampai pada sumbernya yang ternyata adalah sebuah
sumber mata air.Tidak jauh dari tempat itu beliau menemukan sebuah tempat yang
sangat indah yang disebut “Gili Beo”(Gili artinya Batu Karang dan Beo artinya
Burung) jadi tempat itu adalah sebuah Batu Karang yang berbentuk burung.
Ditempat inilah beliau
melakukan meditasi dan pemujaan terhadap Dewa Penguasa Laut.
Lokasi tempat Batu Karang ini termasuk dalam daerah Desa Beraban,dimana di desa tersebut dikepalai oleh seorang pemimpin suci yang disebut “Bendesa Beraban Sakti”.Sebelumnya masyarakat Desa Beraban menganut ajaran monotheisme(percaya dan bersandar hanya pada satu orang pemimpin yang menjadi utusan Tuhan sperti Nabi)dalam waktu yang singkat banyak masyarakat Desa Beraban ini mengikuti ajaran Dang Hyang Nirarta yang kemudian membuat Bendesa Beraban Sakti sangat marah dan mengajak pengikutnya yang masih setia untuk mengusir Bhagawan suci ini.
Lokasi tempat Batu Karang ini termasuk dalam daerah Desa Beraban,dimana di desa tersebut dikepalai oleh seorang pemimpin suci yang disebut “Bendesa Beraban Sakti”.Sebelumnya masyarakat Desa Beraban menganut ajaran monotheisme(percaya dan bersandar hanya pada satu orang pemimpin yang menjadi utusan Tuhan sperti Nabi)dalam waktu yang singkat banyak masyarakat Desa Beraban ini mengikuti ajaran Dang Hyang Nirarta yang kemudian membuat Bendesa Beraban Sakti sangat marah dan mengajak pengikutnya yang masih setia untuk mengusir Bhagawan suci ini.
Dengan kekuatan
spiritual yang dimiliki Dhang Hyang Nirarta,beliau melindungi diri dari
serangan Bendesa Baraban dengan memindahkan batu karang besar tempat beliau
bermeditasi (Gili Beo) ke tengah lautan dan menciptakan banyak ular dengan
selendangnya di sekitar batu karang sebagai pelindung dan penjaga tempat
tersebut.Kemudian beliau memberi nama tempat itu “Tanah Lot” yang berarti Tanah
di tengah Laut.
Akhirnya Bendesa
Beraban mengakui kesaktian dan kekuatan spiritual dari Dang Hyang Nirarta,dan
akhirnya Bendesa Beraban menjadi pengikut setia dan ikut menyebarkan ajaran
Agama Hindu kepada penduduk setempat.Sebagai tanda terima kasih sebelum
melanjutkan perjalanan beliau memberikan sebuah keris kepada Bendesa Beraban
yang dikenal dengan nama “Keris Jaramenara atau Keris Ki Baru Gajah”.Saat ini
keris itu disimpan di Puri Kediri yang sangat dikeramatkan dan di upacarai
setiap hari raya Kuningan.Dan upacara tersebut di adakan di Pura Tanah
Lot setiap 210 hari sekali,yakni pada “Buda Wage Lengkir”sesuai dengan
penanggalan Kalender Bali.
Selesai
bersembahyang kami lanjutkan dengan berbelanja dan melihat pemandangan laut
yang indah. Sangat mengesankan melihat Pura Tanah Lot bertempat di tengah laut
dengan derasnya ombak pantas para wisatawan banyak mengunjungi Pura Tanah Lot.
Sambil menikmati pemandangan Pura Tanah Lot regu kami membeli kepala muda untuk
menghilangakn dahaga dan makan bersama sangat enak makanan dan minumannya
apalagi itu semua ditraktir teman.
D. Pura Tirta Empul
Sekitar pukul 17.00 kami menuju Pura
Tirta Empul dalam perjalanan kami saling bercanda dan kami sampai sekitar
18.30wita sebelum kami melaksanakan persembahyangan kami makan malam di
wantilan Pura Tirta empul. Setelah makan rombongan kami istirahat sebentar
karena kelelahan sekitar pukul 22.00wita kami lanjutkan dengan melukat di Pura
Tirta empul. Seumur – umur pengalaman ini tidak bisa akan kami lupakan melukat
pada malam hari, dingin, sepi, hanya suara kami dan gemericik air yang
terdengar. Untuk membersihkan kotoran – kotoran yang melekat pada tubuh juga
mengheningkan jiwa kita.
Setelah selesai melukat dilanjutkan
dengan persembahyang bersama memohon keselamatan juga memohon untuk UN kami
nanti kami bisa menjawab dengan baik dan lulus dengan nilai yang memuaskan.
Sehabis persembahyangan semua siswa mekemit di wantilan pura. Sebelum tidur
kami bercakap – cakap sebentar kemudian tertidur dengan kelelahan tapi juga
dengan kepuasan yang tidak akan kami lupakan.
Karena kami penasaran
dengan sejarah Pura Tirta Empul Kami pun Googling di Internet. PuraTirta Empul dan permandiannya terletak di
wilayah desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Tampaksiring
adalah nama dan sebuah desa yang terletak 36 km dari Denpasar. Pura Tirta Empul
sebagai peninggalan Kerajaan di Bali, salah satu dari beberapa peninggalan
purbakala yang menarik untuk disaksikan dan diketahui di desa ini. Disebelah
Barat Pura tersebut pada ketinggian adalah Istana Presiden yang dibangun pada
pemerintahan Presiden Soekarno.
Mengenai nama pura ini
kemungkinan besar diambil dari nama mata air yang terdapat didalam pura ini
yang bernama Tirta Empul seperti yang telah disebutkan diatas. Secara etimologi
bahwa Tirta Empul artinya air yang menyembur keluar dari tanah. Maka Tirta
Empul artinya adalah air suci yang menyembur keluar dari tanah.
Air Tirta Empul
mengalir ke sungai Pakerisan. Sepanjang aliran sungai ini terdapat beberapa
peninggalan purbakala. Pendirian pura ini diperkirakan pada tahun 960 A.D. pada
jaman Raja Chandra Bhayasingha dari Dinasti Warmadewa. Seperti biasa pura –
pura di Bali, pura ini dibagi atas Tiga bagian yang merupakan Jaba Pura
(HaLaman Muka), Jaba Tengah (Halaman Tengah) dan Jeroan (Halaman Dalam).
Pada Jaba Tengah
terdapat 2 (dua) buah kolam persegi empat panjang dan kolam tersebut mempunyai
30 buah pancuran yang berderet dari Timur ke Barat menghadap ke Selatan. Masing
– masing pancuran itu menurut tradisi mempunyai nama tersendiri diantaranya
pancuran Pengelukatan, Pebersihan, Sudamala dan Pancuran Cetik (Racun).
Pancuran Cetik dan nama
Tirta Empul ada hubungannya dengan mitologi yaitu pertempuran Mayadenawa Raja
Batu Anyar (Bedahulu) dengan Bhatara Indra.
Dalam mitologi itu
diceritakan bahwa Raja Mayadenawa bersikap sewenang – wenang dan tidak
mengijinkan rakyat untuk melaksanakan upacara – upacara keagamaan untuk mohon
keselamatan dari Tuhan Yang Maha Esa. Setelah perbuatan itu diketahui oleh Para
Dewa, maka para dewa yang dikepalai oleh Bhatara Indra menyerang Mayadenawa.
Akhirnya Mayadenawa
dapat dikalahkan dan melarikan diri sampailah disebelah Utara Desa Tampak
siring.
Akibatnya kesaktiannya
Mayadenawa menciptakan sebuah mata air Cetik (Racun) yang mengakibatkan
banyaknya para laskar Bhatara Indra yang gugur akibat minum air tersebut.
Melihat hal ini Bhatara Indra segera menancapkan tombaknya dan memancarkan air
keluar dari tanah (Tirta Empul) dan air Suci ini dipakai memerciki para Dewa
sehingga tidak beberapa lama bisa hidup lagi seperti sedia kala.
Pada pagi harinya pukul 06.00wita
rombongan kami mengadakan pembersihan di wantilan sekitar pura. Setelah
mengadakn pembersihan dilanjutkan dengan persembhyangan bersama. Lalu masing –
masing murid di nariskan sesuai dengan bisnya masing – masing. Setelah itu
siswa sarapan pagi di wantilan pura. Sekitar pukul 09.00wita rombongan
melanjutkan perjalanan menuju Monumen Bajra Sandhi.
E. Monumen Bajra Sandhi
Dalam
perjalanan menuju Monumen Bajra Sandhi kami bercanda dengan teman – teman juga
guru untuk menghilangakn bosan. Sekitar pukul 10.00 wita kami tiba di Denpasar.
Kami langsung menuju Monumen Bajra Sandhi. Monumen ini menyimpan serangkaian
diorama yang menggambarkan heroisme masyarakat Bali dalam menegakkan kedaulatan
dan ikut memperjuangkan berdirinya Republik Indonesia. Di balik kemegahannya,
monumen ini menyimpan sejumlah kisah menarik dan fakta unik yang tak banyak
diketahui oleh masyarakat.
Pendirian monumen ini
berawal dari terpilihnya rancangan arsitektur karya Ir. Ida Bagus Gede Yadnya
pada tahun 1981. Dalam kompetisi yang diadakan pemerintah Provinsi Bali
tersebut, Gede Yadnya mengajukan rancangan monumen untuk mengenang perjuangan
rakyat Bali. Melalui sebuah proses panjang, akhirnya rancangan ini mulai
direalisasikan pada tahun 1987 atas prakarsa mantan Gubernur Bali, Ida Bagus
Mantra. Monumen ini akhirnya diresmikan pada masa Presiden Megawati Soekarno
Putri, tepatnya pada 14 Juni 2003.
Eksterior monumen ini
kaya akan detail ornamen khas Bali yang sarat dengan makna filosofi ajaran
Hindu. Nama “Bajra Sandhi” berasal dari bentuk bangunan yang jika dilihat dari
kejauhan menyerupai lonceng para pendeta Hindu, yang dalam bahasa Bali
disebut bajra. Pada bagian atas, terdapat periuk (kumba) yang melambangkan
Guci Amertha. Selain itu, pada bagian gerbang museum, terdapat bentuk kepala
Naga Basuki dan kura-kura yang disebut Bedawang Akupa. Kedua makhluk ini erat
kaitannya dengan kisah mitologi perebutan Tirtha Amerta antara kaum Dewa dengan
kaum Asura (raksasa).
Selain nilai-nilai
ajaran Hindu, arsitektur bangunan ini juga menyimpan perlambangan nasionalisme.
Monumen ini memiliki 17 gerbang utama dan 8 pilar yang merepresentasikan
tanggal 17 Agustus. Tinggi keseluruhan monumen adalah 45 meter, sesuai tahun
kemerdekaan Republik Indonesia. Tiga puluh tiga diorama yang terdapat di dalam
museum pun semakin melengkapi pesan moral mengenai pentingnya nasionalisme
dalam menjaga kemerdekaan yang telah diperjuangkan para leluhur.
Seluruh diorama
disimpan di lantai kedua museum ini. Diorama-diorama ini menggambarkan
peristiwa-peristiwa penting dalam perjalanan sejarah rakyat Bali sejak era
prasejarah hingga memasuki era Indonesia merdeka. Keseluruhan diorama ditata
berurutan, searah jarum jam sesuai urutan waktu terjadinya peristiwa tersebut.
Beberapa diorama penting yang ada di sini menggambarkan peristiwa heroik
Pertempuran Puputan Klungkung, peristiwa Puputan Badung, peristiwa perobekan
surat Belanda oleh Patih I Gusti Ketut Jelantik, dan penyebarluasan proklamasi
kemerdekaan 1945.
Sungguh mengesankan dan
sangat bangga rakyat Bali bisa mempunyai museum perjuangan semegah ini.
F.
Krisna Oleh – Oleh Bali
Setelah
membangkitkan rasa nasionalis kami di Monumen Bajra Sandhi kami diajak
bersantai di Krisna Oleh – Oleh Bali sekitar pukul 11.30wita kami tiba di
Krisna Oleh – Oleh Bali pusat oleh – oleh Bali yang terbesar di Bali dikemas
supermarket sehingga konsumen bisa berbelanja dengan nyaman. Areal Krisna Oleh
– Oleh Bali juga dilengkapi dengan Restoran dan parker yang luas. Disana kami
membeli oleh khas Bali seperti berbagi jenis makanan dan minuman dan sofenir
dan cindramata, melihat – lihat berbagai pernak – pernik cantik. Setelah puas
berbelanja kami melanjutkan makan siang di restoran Krisna Oleh – Oelh Bali
ketika kita makan kami dihibur oleh penyanyi, makan yang berkelas.
G.
Komplek Puja Mandala
Sekitar pukul 12.30
rombongan kami melanjutkan perjalanan kembali menuju Puja Mandala di Nusa Dua.
Puja Mandala yaitu sebuah kompleks tempat bangunan peribadatan (5 Agama yang
diakui di Indonesia) indah di kawasan Nusa Dua, Badung, Bali. Lokasi Puja
Mandala berada di tepi kanan jalan arah menuju Hotel STP (Sekolah Tinggi
Pariwisata).
Puja Mandala memiliki bangunan rumah
peribadatan dengan detail sangat mengesankan.
Bangunan
Masjid Agung Ibnu Batutah ada pada bagian paling kiri, beratap tumpang susun,
khas bangunan Masjid Jawa.
Bangunan Gereja Katolik Bunda Maria
Segala Bangsa di Puja Mandala, tepat di sebelah Masjid Agung Ibnu Batutah,
dengan menara tunggal, dinding depan gevel mengikuti bentuk atap dan bagian
belakang atap tumpang.
Bangunan Wihara Budhina
Guna Puja Mandala dengan ornamen cantik berwarna putih dan keemasan. Wihara ini
tampak anggun dan mewah. Pengerjaan patung dan ornamennya terlihat sangat halus
dan detail. Ada relief Buddha, sepasang patung ksatria serta sepasang patung
naga indah, patung gajah putih dengan detail ornamen mewah dan sangat halus..
Di sebelahnya terdapat
bangunan Gereja Kristen Protestan Bukit Doa dengan sentuhan ornamen lokal cukup
kental. Jika Masjid Agung Ibnu Batuta, Gereja Katolik Bunda Maria Segala
Bangsa, dan Gereja Kristen Protestan Bukit Doa mulai dibangun pada 1994 dan
diresmikan 1997, maka Wihara Budhina Guna selesai dibangun pada 2003, dan Pura
Jagat Natha Nusa Dua selesai dibangun paling akhir.
Puja Mandala menjadi
simbol pentingnya kedekatan antar umat beragama, setidaknya secara fisik, agar
hidup berdampingan tanpa saling mengganggu. Meyakini kepercayaan sudah menjadi
kewajaran, dan meyakini kepercayaannya paling benar juga wajar. Namun,
tampaknya hanya jika hubungan manusia dengan Tuhannya baik, maka baik pula
hubungannya dengan orang lain, apa pun kepercayaan orang lain itu. Senang kami
melihat Kebhinekaan Indonesia disini mengajarkan kami untuk saling menghormati
pemeluk agama lain merupakan suatu keindahan seindah Puja Mandala.
H.
Green Park
Tujuan
akhir kami adalah Green Prak tujuan yang sangat kami tunggu – tunggu karena
disini kami bisa bermain air sepuasnya. Teman – teman kami ada yang berenang,
ada yang cuman duduk – duduk di tepi kolam tapi gagi yang suka melibatkan
sedikit adrenalin saat bermain, tersedia 3 jenis seluncur air yang berbeda
ketinggian dan ketegangan. Rasakan keteangan meluncur langsung dari ketinggin
10 meter di Rajawali Slide atau nikmati berseluncur di Rangkong Slide dimana
kita tidak pernah tahu melalui lobang seluncur mana kita akan keluar. Yang
tidak kalah serunya adalah berseluncur dari ketinggian 8 meter melalui Merak
Slide yang bergelombang bak ekor burung Merak. Nikmati juga sensasi berenang
dengan ombak di area Wave Pool. Rasakan air yang hangat dan sapuan ombak yang
mengombang-ambingkan kesana kemari. Anda juga bisa mengendarai ombak sembari
belajar surfing sederhana di area Flow Rider. Sarana lain yang tidak kalah
serunya adalah Belibis River. Di sungai buatan sepanjang 300 meter ini, para
wisatawan dapat bersantai sambil membiarkan diri dihanyutkan oleh arus yang
mengalir pelan melewati pancuran air, gua-gua yang memikat, dan air terjun yang
menyegarkan.
Rombongan
kami tidak bisa mencoba semua permainan air itu karena kami ada yang takut
ketinggian. Tapi kami sudah sangat puas dan gembira bisa bermain wahana yang
lain. Mudah – mudah nanti Karangasem punya wahana air yang lengkap seperti ini.
Akhirnya
tidak ada mimpi yang tidak usai dan tidak ada pesta yang tidak selesai artinya
kami harus kembali ke Karangasem. Walaupun begitu banyak hal yang telah kami
bawa ke Karangasem cerita, kesenangan, kegembiraan, dan pengalaman berharga.
Pukul 18.30 kami sampai di sekolah dijemput orang tua masing – masing.
BAB
III
PENUTUP
3.1.Kesan dan Pesan
Walaupun perjalanan ini
cukup melelahkan, tapi dengan kegiatan ini saya dapat menambah wawasan dan
pengetahuan tentang daerah-daerah dan tempat suci di Bali. Dan dengan
diadakannya Tirta Yatra ini saya dapat belajar sambil berkreasi dan dapat
mengenal berbagai peninggalan-peninggalan sejarah dari pura yang saya kunjungi.
Pengalaman kami ini tidak bisa kami ukur dengan apapun terima kasih banyak
kepada Program OSIS, Guru – Guru SMPN 1 Bebandem, Orang tua yang telah member
kami kesempatan untuk melakukan Tirta Yatra ini.
3.2.Saran
1. Jagalah
kebersihan pura yang kita kunjungi.
2. Dalam
melaksanakan tirta yatra hendaknya kita mentaati peraturan atau tata krama yang
berlaku di pura tersebut.
3. Dalam
melaksanakan persembahyangan hendaknya kita tertib dan khusuk.
4. Maknailah
perjalanan tirta yatra yang kita laksanakan
DAFTAR
PUSTAKA
Bisa menjadi referensi bagi siswa di sekolah....
ReplyDeleteterima kasih, semoga bisa menjadi referensi
Delete