MAKALAH KONSTIPASI (ASUHAN KEPERAWATAN)
KATA
PENGANTAR
Puji dan Syukur kami
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar,
serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai “Konstipasi”.
Makalah ini dapat
terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan
tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih yang kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari
bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu
kami berharap kepada pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang membangun
untuk penyempurnaan makalah kedepannya.
Penyusun juga berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan dapat memberikan insformasi
tentang konstipasi.
Amlapura,
31 Oktober 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
Judul
Kata Pengantar…………………………………………………………………… i
Daftar Isi…………………………………………………………………………. ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang……………………………………………………………….. 1
1.2.Rumusan
Masalah……………………………………………………………. 1
1.3.Tujuan
Penulisan……………………………………………………………… 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Konstipasi………………………………………………………... 2
2.2.
Epidemiologi…………………………………………………………………. 2
2.3. Tanda
Gejala…………………………………………………………………. 3
2.4.
Fisiologi………………………………………………………………………. 4
2.5. Faktor Resiko………………………………………………………………… 5
2.6. Cara
Pencegahan………………………………………………………………
2.7. Tindakan
Keperawatan………………………………………………………..
2.8. Tindakan
Medis……………………………………………………………….
BAB III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan……………………………………………………………………
3.2. Saran…………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Konstipasi adalah
kondisi tidak bisa buang air besar secara teratur atau tidak bisa sama sekali.
Jika mengalaminya, Anda biasanya akan mengalami gejala-gejala tertentu.
Misalnya tinja Anda menjadi keras dan padat dengan ukuran sangat besar atau
sangat kecil.
Tingkat keseriusan
penyakit ini berbeda-beda pada tiap penderita. Ada orang yang mengalami
konstipasi untuk waktu singkat, tapi ada juga yang bisa mengalaminya dalam
jangka panjang atau kronis. Konstipasi jangka panjang biasanya menyebabkan rasa
sakit dan rasa ketidaknyamanan yang bisa memengaruhi rutinitas sehari-hari.
1.2.Rumusan Penulisan
Dari latar belakang diatas dapat
diambil rumusan masalah dari makalah ini adalah :
- Apa Pengertian konstipasi ?
- Apa epidemiologi dari penderita konstipasi ?
- Bagimana tanda gejala dari penderita konstipasi ?
- Apa fisiologi dari penderita konstipasi ?
- Bagaimana cara pencegahan dari penderita konstipasi ?
- Bagaimana tindakan keperawatan dari penderita konstipasi ?
- Bagaimana tindakan medis dari penderita konstipasi ?
1.3.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisian dari
makalah ini adalah
- Agar kita mengetahui Pengertian konstipasi
- Agar kita mengetahui epidemiologi dari penderita konstipasi
- Agar kita mengetahui tanda gejala dari penderita konstipasi
- Agar kita mengetahui fisiologi dari penderita konstipasi
- Agar kita mengetahui cara pencegahan dari penderita konstipasi
- Agar kita mengetahui tindakan keperawatan dari penderita konstipasi
- Agar kita mengetahui tindakan medis dari penderita konstipasi
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Konstipasi
Konstipasi atau sering
disebut sembelit adalah kelainan pada sistem pencernaan di mana seorang manusia (atau mungkin juga
pada hewan) mengalami pengerasan tinja yang berlebihan sehingga sulit untuk dibuang atau dikeluarkan
dan dapat menyebabkan kesakitan yang hebat pada penderitanya. Konstipasi yang
cukup hebat disebut juga dengan obstipasi. Dan obstipasi
yang cukup parah dapat menyebabkan kanker usus yang berakibat
fatal bagi penderitanya.
Konstipasi merupakan
dimana terjadi penurunan motilitas (pergerakan) usus, yang ditandai dengan
kesulitan buang air besar (BAB).
2.2.
Epidemiologi
v Setiap tahunnya di Amerika,kira-kira
lebih dari 2,5 juta orang pergi ke dokter dan menghabiskan 725 juta dollar
karena masalah konstipasi.
v Kontipasi biasanya terjadi pada
wanita (karena faktor fisik dan psikologis), orang berusia lanjut (karena
kinerja sistem pencernaan pada orang tua mulai menurun), dan anak-anak (karena
sistem pencernaan pada anak-anak belum terlalu sempurna).
v Sekitar 12% dari populasi penduduk
di seluruh dunia mengalami konstipasi.
v Pendapatan dari pasien obstipasi
menyumbang sekitar 3% dari total seluruh pendapatan rawat jalan.
v Kemungkinan seseorang terkena
konstipasi dalam suatu masyarakat adalah sebesar 2 sampai 30%.
v Sekitar 50% penderita konstipasi
yang berobat ke rumah sakit mengeluhkan bahwa buang air besar mereka seperti
terhambat.
v Jumlah penderita konstipasi di
Amerika dan Asia-Pasifik sekitar 17,3%, dua kali lebih banyak dibandingkan
dengan Eropa yakni 8,75%.
v Sekitar 25% penderita konstipasi
cenderung tidak melakukan apapun untuk menyembuhkan konstipasi yang diderita,
dan mereka lebih memilih untuk membiarkannya sembuh dengan
sendirinya. Sekitar 20% penderita sembelit menyepelekan gejalanya walaupun
mereka sudah mengalaminya dalam waktu berbulan-bulan dan menganggap hal
tersebut sudah biasa.
v Kurang lebih sepertiga penderita
konstipasi menggunakan pencahar, meskipun baru-baru ini ada tinjauan yang
menunjukkan
v bahwa obat pencahar adalah
pengobatan yang aman dan efektif.
v Sekitar 18% penderita konstipasi
tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya dan akibatnya sekitar 12% dari
mereka juga tidak dapat menyelesaikan tugas dengan baik.
2.3. Tanda Dan Gejala
Gejala dan tanda akan berbeda antara
seseorang dengan seseorang yang lain, karena pola makan, hormon,gaya hidup dan
bentukusus besar setiap
orang berbeda-beda, tetapi biasanya gejala dan tanda yang umum ditemukan pada
sebagian besar atau kadang-kadang beberapa penderitanya adalah sebagai berikut:
Perut
terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku karena tumpukan tinja (jika tinja
sudah tertumpuk sekitar 1 minggu atau lebih, perut penderita dapat terlihat
seperti sedang hamil).
Tinja
menjadi lebih keras, panas, berwarna lebih gelap, jumlahnya lebih sedikit
daripada biasanya (kurang dari 30 gram), dan bahkan dapat
berbentuk bulat-bulat kecil bila sudah parah.
Pada
saat buang air besar tinja sulit dikeluarkan atau dibuang, kadang-kadang harus
mengejan ataupun menekan-nekan perutterlebih dahulu
supaya dapat mengeluarkan tinja (bahkan sampai mengalami ambeien dan berkeringat dingin).
Terdengar bunyi-bunyian dalam
perut.
Bagian
anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit akibat
bergesekan dengan tinja yang panas dan keras.
Frekuensi buang angin meningkat
disertai bau yang lebih busuk daripada biasanya (bahkan terkadang penderita
akan kesulitan atau sama sekali tidak bisa buang angin).
Menurunnya
frekuensi buang air besar, dan meningkatnya waktu transit buang air besar
(biasanya buang air besar menjadi 3 hari sekali atau
lebih).
Terkadang
mengalami mual bahkan muntah jika sudah parah.
Sakit
punggung bila tinja yang tertumpuk cukup banyak.
Bau mulut.
Sedangkan
untuk gejala psikologis yang dapat terjadi pada para penderita konstipasi
antara lain:
Kurang
percaya diri
Lebih
suka menyendiri atau menjauhkan diri dari orang sekitar.
Tetap
merasa lapar tapi ketika makan akan lebih cepat kenyang (apalagi ketika hamil
perut akan terasa mulas) karena ruang dalam perutberkurang.
Emosi
meningkat dengan cepat.
Sering
berdebar-debar sehingga cepat emosi yang mengakibatkan stres sehingga
rentan sakit kepala atau bahkan demam.
Tubuh
tidak fit, tidak nyaman, lesu, cepat lelah, dan terasa berat sehingga malas
mengerjakan sesuatu bahkan kadang-kadang sering mengantuk.
Kurang
bersemangat dalam menjalani aktivitas.
Aktivitas
sehari-hari terganggu karena menjadi tubuh terasa terbebani yang mengakibatkan
kualitas dan produktivitas kerja menurun.
Nafsu
makan dapat menurun.
2.4. Fisiologi
Konstipasi terjadi jika peristaltik
colon terlalu lambat yang menyebakan absorpsi cairan terlalu lama menyebabkan
feses padat sehingga menimbulkan konstipasi
Faktor penghambat peristaltik colon:
Faktor penghambat peristaltik colon:
1.
Disengaja/menahan defekasi
2.
Psikis
3.
Anestesi
Patofisiologi
Defekasi seperti juga pada berkemih adalah
suatu proses fisiologis yang menyertakan kerja otot-otot polos dan serat
lintang, persarafan sentral dan perifer, koordinasi dari sistem refleks,
kesadaran yang baik dan kemampuan fisis untuk mencapai tempat BAB. Kesukaran
diagnosis dan pengelolaan dari konstipasi adalah karena banyaknya mekanisme
yang terlibat
pada proses BAB normal. Gangguan dari salah
satu mekanisme ini dapat berakibat konstipasi.
Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik
usus besar yang menghantakan feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan
meregangkan ampula dari rektum diikuti relaksasi dari sfingter anus interna.
Untuk meghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi
dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang depersarafi
oleh saraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter
anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rektum mengeluarkan
isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. kontraksi ini akan
menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani. Baik
persarafan simpatis maupun parasimpatis terlibat dalam proses BAB.
Patogenesis dari konstipasi bervariasi,
penyebabnya multipel, mencakup beberapa faktor yang tumpang tindih. Walaupun
konstipasi merupakan keluhan yang banyak pada usia lanjut, motilitas kolon
tidak terpengaruh oleh bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak
mengakibatkan perlambatan dari perjalanan saluran cerna. perubahan patofisiologi
yang menyebabkan konstipasi bukanlah karena bertambahnya usia tapi memang
khusus terjadi pada mereka dengan konstipasi.
Penelitian dengan petanda radioopak yang
ditelan oleh orang usia lanjut yang sehat tidak mendapatkan adanya perubahan
dari total waktu gerakan usus, termasuk aktivitas motorik dari kolon. Tentang
waktu pergerakan usus dengan mengikuti petanda radioopak yang ditelan,
normalnya kurang dari 3 hari sudah dikeluarkan. Sebaliknya, penelitian pada
orang usia lanjut yang menderita konstipasi menunjukkan perpanjangan waktu
gerakan usus dari 4-9 hari. Pada mereka yang dirawat atau terbaring di tempat
tidur, dapat lebih panjang lagi sampai 14 hari. Petanda radioaktif yang dipakai
terutama lambat jalannya pada kolon sebelah kiri dan paling lambat saat
pengeluaran dari kolon sigmoid.
Pemeriksaan elektrofisiologis untuk mengukur
aktivitas motorik dari kolon pasien dengan konstipasi menunjukkan berkurangnya
respons motorik dari sigmoid akibat berkurangnya inervasi intrinsic karena
degenerasi plexus mienterikus. Ditemukan juga berkurangnya rangsang saraf pada
otot polos sirkuler yang dapat menyebabkan
2.5. Faktor Risiko
Prevalensi tertinggi dilaporkan terjadi pada
orang di atas usia 60 tahun, diikuti oleh anak di bawah usia 10 tahun. Hubungan
dengan usia ini terutama disebabkan faktor lain, seperti obat-obatan dan pola
makan.
Untuk alasan yang tidak jelas, ras Kaukasian melaporkan
sembelit lebih jarang dibandingkan kelompok ras lain, dan wanita terpengaruh
sekitar dua kali lipat sesering pria. Kondisi ini lebih umum pada orang miskin.
Tambahan faktor resiko meliputi riwayat keluarga, disfungsi dasar panggul,
operasi panggul dan perut, dan persalinan.
memanjangnya
waktu gerakan usus.
2.6. Pencegahan
Jangan
jajan di sembarang tempat.
Hindari
makanan yang kandungan lemak dan gulanya tinggi.
Minum air putih minimal 1,5
sampai 2 liter air
(kira-kira 8 gelas) sehari dan cairan lainnya setiap hari.[1]
Olahraga,
seperti jalan kaki (jogging) bisa dilakukan. Minimal 10-15 menit untuk olahraga
ringan, dan minimal 2 jam untuk olahraga yang lebih berat.
Biasakan
buang air besar secara teratur dan jangan suka menahan buang air besar. Tidak
perlu memaksa untuk buang air besar setiap hari bila tidak ada rangsangan
karena siklus pencernaan tiap orang berbeda-beda.
Konsumsi
makanan yang mengandung serat secukupnya, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran.
Tidur
minimal 4 jam sehari.
Menambah
bumbu herbal dalam makanan, kecuali cabe.
Diet
secara tidak berlebihan.
Push
up
2.7. Tindakan
Keperawatan
a. Pengkajian
a. Pengkajian
Riwayat kesehatan
dibuat untuk mendapatkan informasi tentang awitan dan durasi konstipasi, pola
emliminasi saat ini dan masa lalu, serta harapan pasien tentang elininasi
defekasi. Informasi gaya hidup harus dikaji, termasuk latihan dan tingkat
aktifitas, pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan, serta stress. Riwayat medis
dan bedah masa lalu, terapi obat-obatan saat ini, dan penggunaan laksatif serta
enema adalah penting. Pasien harus ditanya tentang adanya tekanan rektal atau
rasa penuh, nyeri abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens, atau
diare encer.
Pengkajian objektif mencakup
inspeksi feses terhadap warna, bau, konsistensi, ukuran, bentuk, dan komponen.
Abdomen diauskultasi terhadap adanya bising usus dan karakternya. Distensi
abdomen diperhatikan. Area peritonial diinspeksi terhadap adanya hemoroid,
fisura, dan iritasi kulit.
b.
Diagnosa Keperawatan
1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan
3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen
c. Intervensi Keperawatan
1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
Tujuan : pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)
Kriteria hasil :
• Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari
• Konsistensi feses lembut
• Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan
Intervensi Mandiri
1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan
3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen
c. Intervensi Keperawatan
1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
Tujuan : pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)
Kriteria hasil :
• Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari
• Konsistensi feses lembut
• Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan
Intervensi Mandiri
v Tentukan
pola defekasi bagi klien dan latih klien untuk menjalankannya
v Atur
waktu yang tepat untuk defekasi klien seperti sesudah makan
v Berikan
cakupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi
v Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3
liter per hari
Kolaborasi
• Pemberian laksatif atau enema sesuai indikasi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan
Tujuan : menunjukkan status gizi baik
Kriteria Hasil :
• Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan
• Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
• Nilai laboratorium dalam batas normal
• Melaporkan keadekuatan tingkat energy
• Pemberian laksatif atau enema sesuai indikasi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan
Tujuan : menunjukkan status gizi baik
Kriteria Hasil :
• Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan
• Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
• Nilai laboratorium dalam batas normal
• Melaporkan keadekuatan tingkat energy
Intervensi
Mandiri
• Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.
• Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah.
• Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
• Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.
• Pastikan pola diet yang pasien yang disukai atau tidak disukai.
• Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik.
• Kaji turgor kulit pasien
Kolaborasi
• Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah
• Ajarkan metode untuk perencanaan makan
3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen
Tujuan : menunjukkan nyeri telah berkurang
Kriteria Hasil :
• Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan
• Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil
• Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi
• Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri
• Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-analgesik secara tepat.
Intervensi Mandiri
• Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.
• Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah.
• Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
• Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.
• Pastikan pola diet yang pasien yang disukai atau tidak disukai.
• Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik.
• Kaji turgor kulit pasien
Kolaborasi
• Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah
• Ajarkan metode untuk perencanaan makan
3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen
Tujuan : menunjukkan nyeri telah berkurang
Kriteria Hasil :
• Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan
• Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil
• Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi
• Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri
• Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-analgesik secara tepat.
Intervensi Mandiri
v Bantu
pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas dari nyeri dengan melakukan
penggalihan melalui televisi atau radio
v
Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitifitas terhadap efek
analgesik opiate
v Perhatikan kemungkinan interaksi obat – obat
dan obat penyakit pada lansia ]
2.8. Tindakan Medis
Pengobatan spesifik terhadap terhadap penyebab konstipasi, juga dapat dikerjakan tergantung apakah penyebabnya dapat dikoreksi atau tidak. Sebagai contoh, penghentian obat yang menimbulkan konstipasi, atau tindakan bedah untuk mengoreksi ada tidaknya kelainan anorektal, seperti prolapsus rekti. 4,5,10
a.Prokinetik
Obat-obat prokinetik telah dicoba untuk pengobatan konstipasi, tetapi belum banyak publikasi yang menunjukkan efektivitasnya. Obat prokinetik (seperti : cisapride dan metoclopramide) merupakan agonis 5HT4 dan antagonis 5HT3. Cisapride telah dilaporkan dapat memperbaiki keluhan penyakit refluks gastroesofagus, namun pada konstipasi belum banyak laporan yang ditulis.
Tegaserod, merupakan agonis parsial 5-HT4, dapat mempercepat transit orosekal (tanpa mempengaruhi pengosongan lambung) dan mempunyai tendensi untuk mempercepat transit kolon. Dalam uji klinik fase III, tegaserod 12 mg/hari, menghasilkan peningkatan kelompok “Irritabel bowel syndrome” tipe konstipasi yang mencapai tujuan utama “hilangnya keluhan “ penderita. Efek sekunder yang ditemukan termasuk antara lain perbaikan dalam konstipasi, nyeri sepanjang hari, dan rasa kembung.10
Pengobatan spesifik terhadap terhadap penyebab konstipasi, juga dapat dikerjakan tergantung apakah penyebabnya dapat dikoreksi atau tidak. Sebagai contoh, penghentian obat yang menimbulkan konstipasi, atau tindakan bedah untuk mengoreksi ada tidaknya kelainan anorektal, seperti prolapsus rekti. 4,5,10
a.Prokinetik
Obat-obat prokinetik telah dicoba untuk pengobatan konstipasi, tetapi belum banyak publikasi yang menunjukkan efektivitasnya. Obat prokinetik (seperti : cisapride dan metoclopramide) merupakan agonis 5HT4 dan antagonis 5HT3. Cisapride telah dilaporkan dapat memperbaiki keluhan penyakit refluks gastroesofagus, namun pada konstipasi belum banyak laporan yang ditulis.
Tegaserod, merupakan agonis parsial 5-HT4, dapat mempercepat transit orosekal (tanpa mempengaruhi pengosongan lambung) dan mempunyai tendensi untuk mempercepat transit kolon. Dalam uji klinik fase III, tegaserod 12 mg/hari, menghasilkan peningkatan kelompok “Irritabel bowel syndrome” tipe konstipasi yang mencapai tujuan utama “hilangnya keluhan “ penderita. Efek sekunder yang ditemukan termasuk antara lain perbaikan dalam konstipasi, nyeri sepanjang hari, dan rasa kembung.10
b.Analog prostaglandin
Analog prostaglandin (misoprostil) dapat meningkatkan produksi PGE2 dan merangsang motilitas saluran cerna bagian bawah.10
c.Klisma dan supositoria
Bahan tertentu dapat dimasukkan ke dalam anus untuk merangsang kontraksi dengan cara menimbulkan distensi atau lewat pengaruh efek kimia, untuk melunakkan tinja. Kerusakan mukosa rektum yang berat dapat terjadi akibat ekstravasasi larutan klisma ke dalam lapisan submukosa. Beberapa cara yang dapat dipakai : 4,10
- Klisma dengan PZ atau air biasa
- Na-fosfat hipertonik
- Gliserin supositori
- Bisacodyl supositori
d.Biofeedback
Penderita dengan konstipasi kronik akibat disfungsi anorektal dapat dicoba dengan pengobatan “biofeedback” untuk mengembalikan otot yang mengendalikan gerakan usus. “Biofeedback” menggunakan sensor untuk memonitor aktivitas otot yang pada saat yang sama dapat dilihat di layar komputer sehingga fungsi tubuh dapat diikuti dengan lebih akurat. Seorang ahli kesehatan yang professional, dapat menggunakan alat ini untuk menolong penderita mempelajari bagaimana cara menggunakan otot tersebut. 4,10
Dalam penelitian Houghton dan kawan-kawan (2002) ditemukan bahwa emosi dapat mempengaruhi persepsi dan distensi rektal pada penderita IBS. Juga dapat ditunjukkan bahwa pikiran mempunyai peranan yang sangat penting dalam modulasi faal saluran cerna. 11
Penderita dengan konstipasi kronik akibat disfungsi anorektal dapat dicoba dengan pengobatan “biofeedback” untuk mengembalikan otot yang mengendalikan gerakan usus. “Biofeedback” menggunakan sensor untuk memonitor aktivitas otot yang pada saat yang sama dapat dilihat di layar komputer sehingga fungsi tubuh dapat diikuti dengan lebih akurat. Seorang ahli kesehatan yang professional, dapat menggunakan alat ini untuk menolong penderita mempelajari bagaimana cara menggunakan otot tersebut. 4,10
Dalam penelitian Houghton dan kawan-kawan (2002) ditemukan bahwa emosi dapat mempengaruhi persepsi dan distensi rektal pada penderita IBS. Juga dapat ditunjukkan bahwa pikiran mempunyai peranan yang sangat penting dalam modulasi faal saluran cerna. 11
e.Operasi
Tindakan bedah (subtotal colectomy dengan ileo-ractal anastomosis) hanya dicadangkan pada penderita dengan keluhan yang berat akibat kolon yang tidak berfungsi sama sekali (“colonic inertia”). Namun tindakan ini harus dipertimbangkan sungguh-sungguh, karena komplikasinya cukup banyak seperti : nyeri perut dan diare. 4,10
Tindakan bedah (subtotal colectomy dengan ileo-ractal anastomosis) hanya dicadangkan pada penderita dengan keluhan yang berat akibat kolon yang tidak berfungsi sama sekali (“colonic inertia”). Namun tindakan ini harus dipertimbangkan sungguh-sungguh, karena komplikasinya cukup banyak seperti : nyeri perut dan diare. 4,10
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan sampai rasa sakit saat buang air besar. Konstipasi merupakan masalah umum yang disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot.
Manifestasi klinis yang sering muncul adalah distensi abdomen, borborigimus, Rasa nyeri dan tekanan, penurunan nafsu makan, sakit kepala, kelelahan, tidak dapat makan, sensasi pengosongan tidak lengkap, mengejan saat defekasi, eliminasi volume feses sedikit, keras, dan kering. Komplikasi yang bisa terjadi jika konstipasi tidak diatasi adalah hipertensi arterial, imfaksi fekal, hemoroid dan fisura anal, megakolon
Penatalaksanaan konstipasi pada lansia dengan tatalaksana non farmakologik : cairan, serat, bowel training, latihan jasmani, evaluasi panggunaan obat. Tatalaksana farmakologik : pencahar pembentuk tinja, pelembut tinja, pencahar stimulant, pencahar hiperosmolar dan enema.
Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan sampai rasa sakit saat buang air besar. Konstipasi merupakan masalah umum yang disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot.
Manifestasi klinis yang sering muncul adalah distensi abdomen, borborigimus, Rasa nyeri dan tekanan, penurunan nafsu makan, sakit kepala, kelelahan, tidak dapat makan, sensasi pengosongan tidak lengkap, mengejan saat defekasi, eliminasi volume feses sedikit, keras, dan kering. Komplikasi yang bisa terjadi jika konstipasi tidak diatasi adalah hipertensi arterial, imfaksi fekal, hemoroid dan fisura anal, megakolon
Penatalaksanaan konstipasi pada lansia dengan tatalaksana non farmakologik : cairan, serat, bowel training, latihan jasmani, evaluasi panggunaan obat. Tatalaksana farmakologik : pencahar pembentuk tinja, pelembut tinja, pencahar stimulant, pencahar hiperosmolar dan enema.
DAFTAR
PUSTAKA
Wiki.
Sembelit. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Sembelit.
pada tanggal 30 Oktober 2015
Worldhealth.
Fisiologi konstipasi. Diakses dari http://worldhealth-bokepzz.blogspot.co.id/2012/06/fisiologi-konstipasi.html.
pada tanggal 30 Oktober 2015
No comments:
Post a Comment