RESENSI NASKAH DRAMA {MADEKUR DAN TARKENI}
Judul : Madekur dan Tarkeni
Pengarang : Arifin C. Noer
Tahun
Terbit : 1985
Penerbit : Pustaka Firdaus
ISBN : 979-541-119-5
PEMBUKAAN
Lahir di Cirebon, 10 Maret 1941, Arifin memulai kiprahnya
di bidang seni sejak ia tengah duduk di bangku SMP. Saat itu, ia rutin
mengirimkan karangannya yang berupa cerpen dan puisi pada majalah mingguan.
Selain itu, ia juga aktif mengirimkan naskah sandiwara dan
puisi pada RRI Cirebon. Tak hanya sebagai penulis naskah drama, ia pun turut
melakonkan tokoh yang ada pada tulisannya di bawah bimbingan Mus Mualim.
Bersama Mus, Arifin tak hanya belajar melakon tapi juga belajar menyanyi yang
kemudian segera mengantarkannya ke dalam panggung menyanyi dan menyabet juara
lomba tingkat daerah. Perlahan-lahan karir anak penjual sate ini mulai
merangkak naik. Semenjak duduk di bangku kuliah, Arifin mulai menggiatkan
kegiatannya untuk terjun penuh dalam bidang seni peran. Ia bergabung dengan
teater Muslim dan telah menelurkan karya pertamanya yang berjudul Mega, mega :
sandiwara tiga bagian pada tahun 1966.
Selanjutnya, seolah mengalir,
karya-karyanya semakin banyak dipublikasikan setelah ia mendirikan Teater
Ketjil di Jakarta. Bahkan banyak karyanya yang telah diterjemahkan ke dalam
berbagai bahasa Internasional. Karyanya dianggap menarik dan ia dianggap
sebagai pengembang seni teater eksperimental yang menjadikan rupa-rupa teater
Indonesia sebagai sumber kreativitas.
Beberapa karyanya juga telah banyak
menyabet penghargaan baik lokal maupun internasional. Salah satu karyanya yang
berhasil menembus pasar internasional dan telah memenangkan penghargaan
perfilman bergengsi adalah Pemberang yang membawa pulang piala The Golden
Harvest dalam Festival Film Asia pada tahun 1972. Sebelumnya, ia juga sempat
meraih penghargaan Anugerah Seni dari pemerintah Indonesia tepat setahun
sebelumnya. Filmnya yang paling terkenal adalah film yang menuai banyak
kontroversi, G 30 S/ PKI, namun melalui film tersebut suami dari Jajang C. Noer
ini nyatanya kembali berhasil meraih penghargaan bergengsi Piala Citra pada
tahun 1985.
Pada tanggal 28 Mei 1995 Arifin
meninggal karena penyakit kanker hati setelah sebelumnya sempat menjalani
operasi di Singapura. Lulusan Fakultas Sosial Politik Universitas Cokroaminoto,
Yogyakarta, ini meninggal pada usia 54 tahun. Selama hidupnya, Arifin banyak
dikenal sebagai sastrawan yang membela kaum miskin. Banyak karyanya yang juga
memasukkan unsur-unsur lenong, stambul, boneka, wayang kulit, wayang golek, dan
melodi pesisir, instrumen-instrumen yang akrab dengan publik.
Arifin memang telah tiada, namun,
karya dan konsep teater eksperimentalnya banyak digunakan sebagai contoh teater
masa kini.
ISI
Madekur dan Tarkeni
merupakan naskah drama buah karya Arifin C. Noer. Madekur dan Tarkeni ini
terdapat dalam buku kumpulan naskah drama Orkes Madun yang diterbitkan oleh
Penerbit Pustaka Firdaus bekerjasama dengan Yayasan Adikarya IKAPI. Naskah ini
adalah bagian dari pentalogi Orkes Madun. Madekur dan Tarkeni sendiri merupakan
bagian pertama. Bagian kedua adalah Umang-umang, bagian ketiga adalah Ozone,
sedangkan bagian keempat adalah Sandek; Pemuda Pekerja. Bagian kelima akan
berjudul Magma. Sayangnya, Magma tidak dapat terealisasikan karena Arifin C.
Noer meninggal dunia pada tanggal 28 Mei 1995. Pentalogi ini merupakan karya
terakhir dari Arifin C. Noer. Oleh karena itu, lakon ini menjadi legenda
tersendiri bagi dunia naskah drama Indonesia karena keberadaannya yang menjadi
lakon terakhir dari seorang sastrawan. Selain itu, naskah drama ini berbentuk
pentalogi, dimana bentuk naskah drama seperti ini belum ditemukan di dunia
sastra Indonesia.
Keempat naskah ini
memiliki keterkaitan yang tidak urut. Madekur dan Tarkeni berhubungan dengan
Sandek; Pemuda Pekerja, sedangkan Umang-umang berhubungan dengan Ozone. Tokoh-tokoh
utama dari keempat naskah ini adalah Madekur, Tarkeni, dan Waska. Madekur dan
Tarkeni adalah dua tokoh utama dari naskah Madekur dan Tarkeni serta Sandek;
Pemuda Pekerja, sedangkan Waska adalah tokoh utama dari Umang-umang dan Ozone.
Hubungan antara naskah Madekur dan Tarkeni dengan naskah Sandek; Pemuda Pekerja
adalah inti cerita yang disampaikan sama, yaitu tentang ironi kehidupan kota
Metropolitan.
Naskah Lakon Orkes
Madun 1 ini memiliki pusat cerita pada kisah cinta buta Madekur dan Tarkeni
yang terhalang oleh kedua orang tua mereka karena pekerjaan dan permusuhan
keluarga mereka masing-masing. Madekur adalah lelaki yang bekerja sebagai
pencopet di Jakarta, sedangkan Tarkeni adalah wanita yang bekerja sebagai
“kupu-kupu malam”. Walaupun Madekur sehari-harinya merampok barang orang lain
dan Tarkeni sehari-harinya tidur dengan pria yang berbeda-beda, mereka berdua
dilanda cinta dan kasih sayang yang tak terbatas. Namun, rasa bahagia yang
mereka rasakan berbeda dengan apa yang dirasakan oleh kedua orang tua mereka
masing-masing. Orang tua mereka justru menentang hubungan itu dengan
pertimbangan pekerjaan Madekur dan Tarkeni yang mereka ketahui haram.
Hal lain yang
mengejutkan adalah kedua orangtua ini tidak mengetahui bahwa anak mereka
sendiri melakukan pekerjaan yang tidak halal. Selama ini yang diketahui kedua
orangtua Madekur dan Tarkeni bahwa anaknya masing-masing bekerja sebagai
gubernur. Karenanya, terjadi kesalahpahaman dan kerumitan yang menggunung dalam
kisah cinta Madekur dan Tarkeni. Mereka menganggap Madekur tidak pantas
berhubungan dengan wanita yang derajatnya lebih rendah. Begitu pula sebaliknya
dengan orangtua Tarkeni yang tidak mengetahui bahwa anaknya melakukan pekerjaan
yang tidak halal pula. Mereka tidak mau anaknya menikah dengan Madekur yang
mereka ketahui pekerjaannya sebagai pencopet.
Madekur dan Tarkeni
sendiri tidak bisa jujur kepada orang tuanya karena ia tidak ingin mengecewakan
mereka berdua. Selain itu, mereka tidak ingin ditinggalkan oleh kemakmuran dari
hasil pekerjaan mereka masing-masing. Di sinilah tragedi cinta Madekur dan
Tarkeni tumbuh di antara dunia haramnya, pencopet dan pelacur. Bak kisah cinta
Romeo dan Juliet, cinta mereka terus tumbuh di antara duri-duri yang
mengelilinginya.
Naskah Madekur dan
Tarkeni ini sarat akan kritik sosial terhadap kehidupan metropilitan di
Jakarta. Kehidupan metropolitan ini mengarah pada gencarnya hawa nafsu
mengalahkan segala hal. Entah hawa nafsu terhadap materi, terhadap kepuasan
raga, maupun lainnya. Babak pertama hingga babak kedua menjadi pembuka yang
jelas sekali untuk menyampaikan keserakahan manusia yang haus akan segala
keinginan masing-masing. Orang-orang pincang yang tidak khusyuk bernyanyi
mencerminkan sisi buruk manusia yang tidak pernah bersyukur kepada Tuhan.
Kritik inilah yang
dibungkus dengan apik oleh Arifin C. Noer dalam tragedi cinta Madeur dan
Tarkeni. Madekur dan Tarkeni merupakan gambaran manusia yang melakukan segala
cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Madekur dan Tarkeni sama seperti orang
lain yang telah menjejaki sekolah sehingga dapat lulus, lalu mendapatkan
ijazah. Sayangnya ijazah itu belum bisa memberikan kelancaran pada mereka untuk
mendapatkan pekerjaan. Di sinilah kekuatan manusia diuji. Apakah mereka mau
untuk meminta dan percaya kepada Tuhan sehingga mereka tidak letih untuk
berusaha dan berdoa, atau mereka telah putus asa dengan sikap dunia sehingga
mereka menginginkan segala hal dengan cepat tanpa berusaha dan berdoa dulu?
Sepertinya Madekur dan Tarkeni memilih jalan kedua. Madekur memilih bekerja
sebagai pencopet, pekerjaan yang instan dan menghasilkan uang banyak. Tarkeni
memiliki bekerja sebagai pelacur, pekerjaan yang instan dan menghasilkan uang
yang banyak pula.
Tragedi kehidupan yang
telah mereka pilih membuat mereka bertemu di suatu tempat pelacuran. Mereka
bertemu ketika Madekur dilayani oleh Tarkeni. Di sinilah pesona Tarkeni mulai
menarik dunia Madekur sehingga ia hendak menyunting Tarkeni menjadi istrinya.
Dengan berbagai rayuan, Tarkeni menerima lamaran Madekur itu. Di sinilah
tragedi cinta mereka dimulai. Tragedi semakin membesar ketika mereka bertemu
orang tua dan setelah menikah. Mereka menginginkan cinta mereka bersatu. Mereka
rela berbohong kepada orangtua perihal pekerjaan haram masing-masing keutuhan
cerita mereka. Terlebih lagi, rahasia ini tertutup rapi hingga ajal menjemput
mereka.
Ya. Madekur dan Tarkeni
mati terbunuh oleh hawa nafsu mereka sendiri, oleh pekerjaan mereka sendiri.
Madekur telah tua dan tak mampu mencopet lagi. Madekur juga tidak memiliki
inventaris atau apapun untuk kehidupan tuanya. Begitu pula dengan Tarkeni. Ia
tidak menjadi ‘gadis nomor satu’ lagi di dunia pelacuran. Tarkeni terkena
penyakit siplis dan sebagainya. Ia telah berubah menjadi Tarkeni yang busuk dan
tidak cantik lagi. Namun, kekuatan cinta mereka tidak kunjung padam, hingga
kematian menjemput mereka berdua.
PENUTUP
Kelebihan
Arifin mampu mengajak
pembaca untuk menengok tragedi kehidupan yang dimulai dengan keputusan yang
salah. Dalam hal ini, pekerjaan haram yang menghasilkan penghasilan berlimpah
bukanlah pilihan yang tepat untuk menuntaskan segala kekecewaan dan harapan.
Justru ketabahan dalam berdoa dan berusaha, dalam kondisi apapun, merupakan
proses terindah menuju hasil terbaik. Madekur dan Tarkeni menceritakan itu semua
penuh kegetiran, sehingga pembaca terenyuh dan miris melihat tragedi cinta
tersebut. Patutlah bila kata ‘brilian’ diberikan pada naskah drama Madekur dan
Tarkeni ini karena ‘kecanggihannya’ membungkus salah satu ironi kehidupan
dengan tragedi cinta yang mengenaskan.
Kekurangan
Dalam
drama ini terdapat realita kehidupan yang tidak baik untuk diteladani terutama
bagi penonton atau pembaca yang masih di bawah umur. Seperti pekerjaan Madekur
yang seorang pencopet dan Tarkeni yang seorang pelacur.
No comments:
Post a Comment