google-site-verification: googled93a9cab977745d2.html TUGAS SEKOLAH FUN: RESENSI NASKAH DRAMA {MADEKUR DAN TARKENI}

Search This Blog

Sunday, 15 May 2016

RESENSI NASKAH DRAMA {MADEKUR DAN TARKENI}

RESENSI NASKAH DRAMA {MADEKUR DAN TARKENI}




Judul                           : Madekur dan Tarkeni
Pengarang                   : Arifin C. Noer
Tahun Terbit                : 1985
Penerbit                       : Pustaka Firdaus
ISBN                           : 979-541-119-5


PEMBUKAAN

Biodata Pengarang

Lahir di Cirebon, 10 Maret 1941, Arifin memulai kiprahnya di bidang seni sejak ia tengah duduk di bangku SMP. Saat itu, ia rutin mengirimkan karangannya yang berupa cerpen dan puisi pada majalah mingguan.
Selain itu, ia juga aktif mengirimkan naskah sandiwara dan puisi pada RRI Cirebon. Tak hanya sebagai penulis naskah drama, ia pun turut melakonkan tokoh yang ada pada tulisannya di bawah bimbingan Mus Mualim. Bersama Mus, Arifin tak hanya belajar melakon tapi juga belajar menyanyi yang kemudian segera mengantarkannya ke dalam panggung menyanyi dan menyabet juara lomba tingkat daerah. Perlahan-lahan karir anak penjual sate ini mulai merangkak naik. Semenjak duduk di bangku kuliah, Arifin mulai menggiatkan kegiatannya untuk terjun penuh dalam bidang seni peran. Ia bergabung dengan teater Muslim dan telah menelurkan karya pertamanya yang berjudul Mega, mega : sandiwara tiga bagian pada tahun 1966.
Selanjutnya, seolah mengalir, karya-karyanya semakin banyak dipublikasikan setelah ia mendirikan Teater Ketjil di Jakarta. Bahkan banyak karyanya yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa Internasional. Karyanya dianggap menarik dan ia dianggap sebagai pengembang seni teater eksperimental yang menjadikan rupa-rupa teater Indonesia sebagai sumber kreativitas. 
Beberapa karyanya juga telah banyak menyabet penghargaan baik lokal maupun internasional. Salah satu karyanya yang berhasil menembus pasar internasional dan telah memenangkan penghargaan perfilman bergengsi adalah Pemberang yang membawa pulang piala The Golden Harvest dalam Festival Film Asia pada tahun 1972. Sebelumnya, ia juga sempat meraih penghargaan Anugerah Seni dari pemerintah Indonesia tepat setahun sebelumnya. Filmnya yang paling terkenal adalah film yang menuai banyak kontroversi, G 30 S/ PKI, namun melalui film tersebut suami dari Jajang C. Noer ini nyatanya kembali berhasil meraih penghargaan bergengsi Piala Citra pada tahun 1985.
Pada tanggal 28 Mei 1995 Arifin meninggal karena penyakit kanker hati setelah sebelumnya sempat menjalani operasi di Singapura. Lulusan Fakultas Sosial Politik Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta, ini meninggal pada usia 54 tahun. Selama hidupnya, Arifin banyak dikenal sebagai sastrawan yang membela kaum miskin. Banyak karyanya yang juga memasukkan unsur-unsur lenong, stambul, boneka, wayang kulit, wayang golek, dan melodi pesisir, instrumen-instrumen yang akrab dengan publik.
Arifin memang telah tiada, namun, karya dan konsep teater eksperimentalnya banyak digunakan sebagai contoh teater masa kini.






ISI

Madekur dan Tarkeni merupakan naskah drama buah karya Arifin C. Noer. Madekur dan Tarkeni ini terdapat dalam buku kumpulan naskah drama Orkes Madun yang diterbitkan oleh Penerbit Pustaka Firdaus bekerjasama dengan Yayasan Adikarya IKAPI. Naskah ini adalah bagian dari pentalogi Orkes Madun. Madekur dan Tarkeni sendiri merupakan bagian pertama. Bagian kedua adalah Umang-umang, bagian ketiga adalah Ozone, sedangkan bagian keempat adalah Sandek; Pemuda Pekerja. Bagian kelima akan berjudul Magma. Sayangnya, Magma tidak dapat terealisasikan karena Arifin C. Noer meninggal dunia pada tanggal 28 Mei 1995. Pentalogi ini merupakan karya terakhir dari Arifin C. Noer. Oleh karena itu, lakon ini menjadi legenda tersendiri bagi dunia naskah drama Indonesia karena keberadaannya yang menjadi lakon terakhir dari seorang sastrawan. Selain itu, naskah drama ini berbentuk pentalogi, dimana bentuk naskah drama seperti ini belum ditemukan di dunia sastra Indonesia.
Keempat naskah ini memiliki keterkaitan yang tidak urut. Madekur dan Tarkeni berhubungan dengan Sandek; Pemuda Pekerja, sedangkan Umang-umang berhubungan dengan Ozone. Tokoh-tokoh utama dari keempat naskah ini adalah Madekur, Tarkeni, dan Waska. Madekur dan Tarkeni adalah dua tokoh utama dari naskah Madekur dan Tarkeni serta Sandek; Pemuda Pekerja, sedangkan Waska adalah tokoh utama dari Umang-umang dan Ozone. Hubungan antara naskah Madekur dan Tarkeni dengan naskah Sandek; Pemuda Pekerja adalah inti cerita yang disampaikan sama, yaitu tentang ironi kehidupan kota Metropolitan.
Naskah Lakon Orkes Madun 1 ini memiliki pusat cerita pada kisah cinta buta Madekur dan Tarkeni yang terhalang oleh kedua orang tua mereka karena pekerjaan dan permusuhan keluarga mereka masing-masing. Madekur adalah lelaki yang bekerja sebagai pencopet di Jakarta, sedangkan Tarkeni adalah wanita yang bekerja sebagai “kupu-kupu malam”. Walaupun Madekur sehari-harinya merampok barang orang lain dan Tarkeni sehari-harinya tidur dengan pria yang berbeda-beda, mereka berdua dilanda cinta dan kasih sayang yang tak terbatas. Namun, rasa bahagia yang mereka rasakan berbeda dengan apa yang dirasakan oleh kedua orang tua mereka masing-masing. Orang tua mereka justru menentang hubungan itu dengan pertimbangan pekerjaan Madekur dan Tarkeni yang mereka ketahui haram.
Hal lain yang mengejutkan adalah kedua orangtua ini tidak mengetahui bahwa anak mereka sendiri melakukan pekerjaan yang tidak halal. Selama ini yang diketahui kedua orangtua Madekur dan Tarkeni bahwa anaknya masing-masing bekerja sebagai gubernur. Karenanya, terjadi kesalahpahaman dan kerumitan yang menggunung dalam kisah cinta Madekur dan Tarkeni. Mereka menganggap Madekur tidak pantas berhubungan dengan wanita yang derajatnya lebih rendah. Begitu pula sebaliknya dengan orangtua Tarkeni yang tidak mengetahui bahwa anaknya melakukan pekerjaan yang tidak halal pula. Mereka tidak mau anaknya menikah dengan Madekur yang mereka ketahui pekerjaannya sebagai pencopet.
Madekur dan Tarkeni sendiri tidak bisa jujur kepada orang tuanya karena ia tidak ingin mengecewakan mereka berdua. Selain itu, mereka tidak ingin ditinggalkan oleh kemakmuran dari hasil pekerjaan mereka masing-masing. Di sinilah tragedi cinta Madekur dan Tarkeni tumbuh di antara dunia haramnya, pencopet dan pelacur. Bak kisah cinta Romeo dan Juliet, cinta mereka terus tumbuh di antara duri-duri yang mengelilinginya.
Naskah Madekur dan Tarkeni ini sarat akan kritik sosial terhadap kehidupan metropilitan di Jakarta. Kehidupan metropolitan ini mengarah pada gencarnya hawa nafsu mengalahkan segala hal. Entah hawa nafsu terhadap materi, terhadap kepuasan raga, maupun lainnya. Babak pertama hingga babak kedua menjadi pembuka yang jelas sekali untuk menyampaikan keserakahan manusia yang haus akan segala keinginan masing-masing. Orang-orang pincang yang tidak khusyuk bernyanyi mencerminkan sisi buruk manusia yang tidak pernah bersyukur kepada Tuhan.
Kritik inilah yang dibungkus dengan apik oleh Arifin C. Noer dalam tragedi cinta Madeur dan Tarkeni. Madekur dan Tarkeni merupakan gambaran manusia yang melakukan segala cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Madekur dan Tarkeni sama seperti orang lain yang telah menjejaki sekolah sehingga dapat lulus, lalu mendapatkan ijazah. Sayangnya ijazah itu belum bisa memberikan kelancaran pada mereka untuk mendapatkan pekerjaan. Di sinilah kekuatan manusia diuji. Apakah mereka mau untuk meminta dan percaya kepada Tuhan sehingga mereka tidak letih untuk berusaha dan berdoa, atau mereka telah putus asa dengan sikap dunia sehingga mereka menginginkan segala hal dengan cepat tanpa berusaha dan berdoa dulu? Sepertinya Madekur dan Tarkeni memilih jalan kedua. Madekur memilih bekerja sebagai pencopet, pekerjaan yang instan dan menghasilkan uang banyak. Tarkeni memiliki bekerja sebagai pelacur, pekerjaan yang instan dan menghasilkan uang yang banyak pula.
Tragedi kehidupan yang telah mereka pilih membuat mereka bertemu di suatu tempat pelacuran. Mereka bertemu ketika Madekur dilayani oleh Tarkeni. Di sinilah pesona Tarkeni mulai menarik dunia Madekur sehingga ia hendak menyunting Tarkeni menjadi istrinya. Dengan berbagai rayuan, Tarkeni menerima lamaran Madekur itu. Di sinilah tragedi cinta mereka dimulai. Tragedi semakin membesar ketika mereka bertemu orang tua dan setelah menikah. Mereka menginginkan cinta mereka bersatu. Mereka rela berbohong kepada orangtua perihal pekerjaan haram masing-masing keutuhan cerita mereka. Terlebih lagi, rahasia ini tertutup rapi hingga ajal menjemput mereka.
Ya. Madekur dan Tarkeni mati terbunuh oleh hawa nafsu mereka sendiri, oleh pekerjaan mereka sendiri. Madekur telah tua dan tak mampu mencopet lagi. Madekur juga tidak memiliki inventaris atau apapun untuk kehidupan tuanya. Begitu pula dengan Tarkeni. Ia tidak menjadi ‘gadis nomor satu’ lagi di dunia pelacuran. Tarkeni terkena penyakit siplis dan sebagainya. Ia telah berubah menjadi Tarkeni yang busuk dan tidak cantik lagi. Namun, kekuatan cinta mereka tidak kunjung padam, hingga kematian menjemput mereka berdua.
























PENUTUP

Kelebihan
Arifin mampu mengajak pembaca untuk menengok tragedi kehidupan yang dimulai dengan keputusan yang salah. Dalam hal ini, pekerjaan haram yang menghasilkan penghasilan berlimpah bukanlah pilihan yang tepat untuk menuntaskan segala kekecewaan dan harapan. Justru ketabahan dalam berdoa dan berusaha, dalam kondisi apapun, merupakan proses terindah menuju hasil terbaik. Madekur dan Tarkeni menceritakan itu semua penuh kegetiran, sehingga pembaca terenyuh dan miris melihat tragedi cinta tersebut. Patutlah bila kata ‘brilian’ diberikan pada naskah drama Madekur dan Tarkeni ini karena ‘kecanggihannya’ membungkus salah satu ironi kehidupan dengan tragedi cinta yang mengenaskan.

Kekurangan

            Dalam drama ini terdapat realita kehidupan yang tidak baik untuk diteladani terutama bagi penonton atau pembaca yang masih di bawah umur. Seperti pekerjaan Madekur yang seorang pencopet dan Tarkeni yang seorang pelacur. 

No comments:

Post a Comment