MAKALAH BELAJAR MANDIRI SEJAK DINI
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kemandirian adalah perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan
atau masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu tanpa
bantuan orang lain, hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri.
Secara singkat kemandirian mengandung pengertian : Suatu keadaan dimana seseorang
yang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikannya. Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk
mengatasi masalah yang dihadapi Memiliki
kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya Bertanggung jawab terhadap apa yang di lakukannya
Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara
kumulatif selama perkembangan dimana individu akan terus belajar untuk bersikap
mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan sehingga individu pada
akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak sendiri. Dengan kemandirian
seseorang dapat berkembang dengan lebih mantap.
Untuk dapat mandiri seseorang membutuhkan kesempatan, dukungan, dan dorongan dari keluarga serta lingkungan di sekitarnya. Agar dapat mencapai otonomi atas diri sendiri. Peran keluarga serta lingkungan di sekitar dapat memperkuat untuk setiap perilaku yang di lakukan. Hal ini dinyatakan pula oleh Robert havighurst bahwa : “Kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana seseorang secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain”. Dengan otonomi tersebut seorang anak diharapkan akan lebih bertanggung-jawab terhadap dirinya sendiri.
Untuk dapat mandiri seseorang membutuhkan kesempatan, dukungan, dan dorongan dari keluarga serta lingkungan di sekitarnya. Agar dapat mencapai otonomi atas diri sendiri. Peran keluarga serta lingkungan di sekitar dapat memperkuat untuk setiap perilaku yang di lakukan. Hal ini dinyatakan pula oleh Robert havighurst bahwa : “Kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana seseorang secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain”. Dengan otonomi tersebut seorang anak diharapkan akan lebih bertanggung-jawab terhadap dirinya sendiri.
1.2.Rumusan Masalah
- Apa
yang dimaksud dengan kemandirian ?
- Bagaimana
ciri – ciri kemandirian ?
- Bagaimana
mengembangkan kemandirian anak ?
1.3.Tujuan Penulisan
- Agar
kita mengetahui apa yang dimaksud dengan kemandirian
- Agar
kita mengetahui ciri – ciri kemandirian
- Agar
kita mengetahui bagaimana kita bisa mengembangkan kemandirian anak
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Kemandirian
Kemandirian adalah sikap dan
perilaku seseorang yang mencerminkan perbuatan yang cenderung individual
(mandiri), tanpa bantuan dan pertolongan dari orang lain. Kemandirian identik
dengan kedewasaan, berbuat sesuatu tidak harus ditentukan atau diarahkan
sepenuhnya oleh orang lain. Kemandirian anak sangat diperlukan dalam rangka
membekali mereka untuk menjalani kehidupan yang akan datang. Dengan
kemandirian ini seorang anak akan mampu untuk menentukan pilihan yang ia anggap
benar, selain itu ia berani memutuskan pilihannya dan bertanggung jawab atas
resiko dan konsekwensi yang diakibatkan dari pilihannya tersebut.
Menurut Bacharuddin Mustafa (2008: 75) kemandirian adalah kemampuan
untuk mengambil pilihan dan menerima konsekwensi yang menyertainya.Kemandirian
pada anak-anak mewujud ketika mereka menggunakan pikirannya sendiri dalam
mengambil berbagai keputusan; dari memilih perlengkapan belajar yang ingin
digunakannya, memilih teman bermain, sampai hal-hal yang relatif lebih rumit
dan menyertakan konsekwensi-konsekwensi tertentu yang lebih serius.
Selanjutnya Bacharuddin (2008: 75) menjelaskan bahwa tumbuhnya
kemandirian pada anak-anak bersamaan dengan munculnya rasa takut (kekuatiran)
dalam berbagai bentuk dan intensitasnya yang berbeda-beda. Rasa takut dalam
takarannya yang wajar dapat berfungsi sebagai ‘emosi perlindungan’ (protective
emotion) bagi anak-anak, yang memungkinkannya mengetahui kapan waktunya
meminta perlindungan kepada orang dewasa atau orang tuanya.
Sedangkan menurut Syamsu Yusuf (2008: 130) kemandirian merupakan
karakteristik dari kepribadian yang sehat (healthy personality). Kemandirian individu tercermin dalam cara berpikir dan
bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri, serta
menyesuaikan diri secara konstruktif dengan norma yang berlaku di
lingkungannya.
Sementara Megan Northrup, dalam Research Assistant dan disunting oleh Stephen F. Duncan, guru besar dari School of
Family Life Birmingham Young University, menjelaskan:
As children grow, they
should be given more and more independence. At a young age children can select
the clothes they wear, food they eat, places to sit, and other small decisions.
Older children can have more of a say in choosing appropriate time to be at
home, when and where to study, and which friends to associate with. The goal is
to prepare children for the day they will leave their family and live without
parental control(www.foreverfamilies.net/xml/articles/teaching_children_self_regulation).
Kemandirian yang dikemukakan
oleh Northrup tersebut di atas diartikan sebagai kemampuan seorang anak untuk
menentukan pilihan yang ia anggap benar, berani memutuskan pilihannya, dan
bertanggung jawab atas resiko dan konsekwensi yang diakibatkan dari pilihannya
tersebut.
Dengan mengacu kepada definisi
tersebut, sedikitnya ada delapan unsur yang menyertai makna kemandirian bagi
seorang anak, yaitu antara lain:
1. Kemampuan untuk menentukan
pilihan;
2. Berani memutuskan atas
pilihannya sendiri;
3. Bertanggungjawab menerima
konsekwensi yang menyertai pilihannya;
4. Percaya diri;
5. Mengarahkan diri;
6. Mengembangkan diri;
7. Menyesuaikan diri dengan lingkungannya;
8. Berani mengambil resiko atas
pilihannya.
Unsur-unsur atau indikator
kemandirian tersebut di atas, tentu pada anak usia dini berbeda dengan makna
kemandirian bagi orang dewasa. Bagi anak usia dini kemandirian sifatnya masih
dalam taraf yang sangat sederhana, sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Selain itu, indikator tersebut bagi anak-anak usia dini pada negara-negara
berkembang tentu masih sangat berat, apalagi anak-anak di pedesaan atau
perkampungan terpencil, jauh dari perkotaan sulit menerapkan unsur-unsur
tersebut sesuai dengan indikator kemandirian anak menurut Northrup.
Dalam mendorong tumbuhnya
kemandirian anak usia dini, Bacharudin Musthafa (2008: 75) menyarankan agar orang tua dan guru perlu memberikan berbagai
pilihan dan bila memungkinkan sekaligus memberikan gambaran kemungkinan
konsekwensi yang menyertai pilihan yang diambilnya.Dalam konteks persekolahan
atau taman kanak-kanak, aspirasi dan kemauan anak-anak pembelajar perlu
didengar dan diakomodasi. Dalam konteks lingkungan keluarga di ruamah, ini
menuntut orang tua untuk lebih telaten dan sabar dengan cara memberikan
berbagai pilihan dan membicarakanya secara seksama dengan anak-anak setiap kali
mereka dihadapkan pada pembuatan keputusan-keputusan penting. Semua ini diharapkan
agar anak dapat membuat keputusan secara mandiri dan belajar dari konsekwensi
yang ditimbulkan keputusan yang diambilnya.
2.2. Ciri-ciri
Kemandirian Anak
Anak yang mandiri adalah anak
yang memiliki kepercayaan diri dan motivasi yang tinggi. Sehingga dalam setiap
tingkah lakunya tidak banyak menggantungkan diri pada orang lain, biasanya pada
orang tuanya. Anak yang kurang mandiri selalu ingin ditemani atau ditunggui
oleh orang tuanya, baik pada saat sekolah maupun pada saat bermain. Kemana-mana
harus ditemani orang tua atau saudaranya. Berbeda dengan anak yang memiliki
kemandiran, ia berani memutuskan pilihannya sendiri, tingkat kepercayaan
dirinya lebih nampak, dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan teman
bermain maupun orang asing yang baru dikenalnya.
Menurut Zimmerman yang dikutif
oleh Tillman dan Weiss (2000) anak yang mandiri itu adalah anak yang mempunyai
kepercayaan diri dan motivasi instrinsik yang tinggi. Zimmerman yakin bahwa
kepercayaan diri dan motivasi instrinsik tersebut merupakan kunci utama bagi
kemandirian anak. Dengan kepercayaan dirinya, anak berani tampil dan
berekspresi di depan orang banyak atau di depan umum. Penampilannya tidak
terlihat malu-malu, kaku, atau canggung,tapi ia mampu beraksi dengan wajar dan
bahkan mengesankan. Sementara, motivasi instrinsik, atau motivasi bawaan, dapat
membawa anak untuk berkembang lebih cepat, terutama perkembangan otak atau
kognitifnya. Anak yang memiliki motivasi tinggi ini dapat terlihat dari
perilakunya yang aktif, kreatif, dan memiliki sifat ingin tahu (curiositas)
yang tinggi. Anak tersebut biasanya selalu banyak bertanya dan serba ingin
tahu, selalu mencobanya, mempraktekkannya, dan mencoba-coba sesuatu yang baru.
Sedangkan menurut Puntrich
(1999) anak mandiri itu adalah anak yang mampu menggabungkan motivasi dan
kognitifnya sekaligus, sehinggga dapat dikatakan bahwa menjadi anak yang
mandiri tergantung pada kepercayaan terhadap diri sendiri dan motivasinya. Pada
aspek motivasi, anak yang mandiri, biasanya ditandai dengan kemauannya yang
keras, tidak cepat putus asa, bahkan tidak cepat bosan sebelum ia mampu
mengetahui dan mencapai sesuatu yang dicarinya. Sementara pada aspek kognitif,
anak telah memiliki banyak pengetahuan dan perbendaharaan kata atau kalimat
yang diutarakannya. Dengan segenap pengetahuan dan perbendaharaan kata
tersebut, maka akan memuculkan sikap mandiri dan keberanian yang tinggi, baik
dalam sikap dan perbuatannya, maupun dalam menetapkan keputusan yang
diambilnya.
Selanjutnya, Tim Pustaka
Familia (2006: 45) memberikan beberapa ciri khas anak mandiri, yaitu: 1)
mempunyai kecenderungan memecahkan masalah dari pada berkutat dalam
kekhawatiran bila terlibat masalah; 2) tidak takut mengambil resiko karena
sudah mempertimbangkan baik-buruknya; 3) percaya terhadap penilaian sendiri
sehingga tidak sedikit-sedikit bertanya atau minta bantuan, dan 4) mempunyai
kontrol yang lebih baik terhadap hidupnya.
Dengan membaca beberapa
pendapat di atas, dapat dipahami bahwa sebetulnya setiap anak itu cenderung
untuk mandiri atau memiliki potensi untuk mandiri, karena setiap anak dikarunia
perasaan, pikiran, kehendak sendiri, yang kesemuanya itu merupakan totalitas
psikis dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase
perkembangannya. Seliain itu, kemandirian anak juga sangat dipengaruhi oleh
perlakuan orang tua atau saudara-saudaranya dalam keluarga. Anak yang selalu
diawasi secara ketat, banyak dicegah atau selalu dilarang dalam setiap
aktivitasnya dapat berakibat patahnya kemandirian seseorang.Sikap yang bijak
dan perlakuan yang wajar pada anak dapat memicu tumbuhnya kemandirian anak.
Orang tua yang terlalu protektif pada anaknya, terlalu ketat pengawasannya,
banyak dicegah, dengan alasan takut kotor, takut merusak, atau kekhawatiran
terjadi kecelakaan, pada akhirnya bisa berakibat fatal. Alih-alih bermaksud
untuk melindungi atau menjaga anak dari kecelakaan, kebersihan, dan kerusakan,
malah membuat anak menjadi penakut, kurang percaya diri, serta serba
ketergantungan pada orang lain.
Sikap yang wajar dan tidak
berlebihan yang perlu dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya adalah
sebagaimana yang dikemukakan oleh Sylvia Rimm (2003: 47), yang menyatakan bahwa
untuk menumbuhkan sikap percaya diri anak salah satunya adalah senang melihat
keberhasilan anak dan kecewa melihat sikap buruk mereka. Cara ini, menurut
Rimm, dianggap sebagai alat paling efektif dalam menerapkan disiplin pada anak.
Cara lain, yang dikemukakan Rimm, adalah adakalanya orang tua perlu meninggikan
nada suara serta bersikap tegas dalam memberikan batasan kepada anak agar rasa
percaya diri bisa tumbuh dalam diri anak.
Dengan meramu dari beberapa
pendapat di atas, dapat dipahami bahwa ciri-ciri kemandirian anak, termasuk
juga pada anak usia dini, adalah sebagai berikut:
1. Kepercayaan pada diri sendiri.
Rasa percaya diri, atau dalam kalangan anak muda biasa disebut dengan istilah
‘PD’ini sengaja ditempatkan sebagai ciri pertama dari sifat kemandirian anak,
karena memang rasa percaya diri ini memegang peran penting bagi seseorang,
termasuk anak usia dini, dalam bersikap dan bertingkah laku atau dalam
beraktivitas sehari-hari. Anak yang memiliki kepercayaan diri lebih berani
untuk melakukan sesuatu, menentukan pilian sesuai dengan kehendaknya sendiri
dan bertanggung jawab terhadap konsekwensi yang ditimbulkan karena pilihannya.
Kepercayaan diri sangat terkait dengan kemandirian anak. Dalam kasus tertentu,
anak yang memiliki percaya diri yang tinggi dapat menutupi kekurangan dan
kebodohan yang melekat pada dirinya. Oleh karena itu, dalam berbagai kesempatan,
sikap percaya diri perlu ditanamkan dan dipupuk sejak awal pada anak usia dini
ini.
2. Motivasi instrinsik yang
tinggi. Motivasi instrinsik adalah dorongan yang tumbuh dalam diri untuk
melakukan sesuatu. Motivasi instrinsik biasanya lebih kuat dan abadi
dibandingkan dengan motivasi ekstrinsik walupun kedua motivasi ini kadang
berkurnag, tapi kadang juga bertambah. Kekuatan yang datang dari dalam akan
mampu menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang diinginkan. Keingintahuan
seseorang yang murni adalah merupakan salah satu contoh motivsasi instrinsik.
Dengan adanya keingintahuan yang mendalam ini dapat mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu yang memungkinkan ia memperoleh apa yang dicita-citakannya.
Dengan keinginan dan tekad yang kuat, orang biasanya menjadi lupa waktu,
keadaan, dan bahkan lupa diri sendiri.
3. Mampu dan berani menentukan
pilihan sendiri. Anak mandiri memiliki kemampuan dan keberanian dalam
menentukan pilihan sendiri. Misalnya dalam memilih alat bermain atau alat
belajar yang akan digunakannya.
4. Kreatif dan inovatif. Kreatif
dan inovatif pada anak usia dini merupakan ciri anak yang memiliki kemandirian,
seperti dalam melakukan sesuatu atas kehendak sendiri tanpa disuruh oleh orang
lain, tidak ketergantungan kepada orang lain dalam melakukan sesuatu, meyukai
pada hal-hal baru yang semula dia belum tahu, dan selalu ingin mencoba hal-hal
yang baru.
5. Bertanggung jawab menerima
konsekwensi yang menyertai pilihannya. Di dalam mengambil keputuan atau pilihan
tentu ada konsekwensi yang melekat pada pilihannya. Anak yang mandiri dia
bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya apapun yang terjadi tentu saja
bagi anak Taman Kanak-kanak tanggung jawab pada taraf yang wajar. Misalnya
tidak menangis ketika ia salah mengambil alat mainan, dengan senang hati
mengganti dengan alat mainan yang lain yang diinginkannya.
6. Menyesuiaiakan diri dengan
lingkungannya. Lingkungan sekolah (Taman Kanak-kanak) merupakan lingkungan baru
bagi anak-anak. Sering dijumpai anak menangis ketika pertama masuk sekolah
karena mereka merasa asing dengan lingkungan di Taman Kanak-kanak bahkan tidak
sedikit yang ingin ditunggui oleh orang tuanya ketika anak sedang belajar.
Namun, bagi anak yang memiliki kemandirian, dia akan cepat menyesuaiakan diri degan
lingkungan yang baru.
7. Tidak ketergantungan kepada
orang lain. Anak mandiri selalu ingin mencoba sendiri-sendiri dalam melakukan
sesuatu tidak bergantung pada orang lain dan anak tahu kapan waktunya meminta
bantuan orang lain, setelah anak berusaha melakukannya sendiri tetapi tidak
mampu untuk mendapatkannya, baru anak meminta bantuan orang lain. Seperti
mengambil alat mainan yang berada di tempat yang tidak terjangkau oleh anak.
2.3. Upaya Mengembangkan
Kemandirian Anak
Mengembangkan kemandirian pada
anak pada prinsipnya adalah dengan memberikan kesempatan untuk terlibat dalam
berbagai akivitas. Semakin banyak kesempatan yang diberikan pada anak, maka
anak akan semakin terampil mengembangkan skillnya sehingga lebih percaya
diri. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mengembangkan kemamdirian
anak ini, sebagaimana yang disarankan oleh Ratri Sunar Astuti (2006: 49),
yaitu:
- Anak-anak didorong agar mau melakukan sendiri kegiatan
sehari-hari yang ia jalani seperti mandi sendiri, gosok gigi, makan
sendiri, bersisir, berpakaian, dan lain sebagainya segera setelah mereka
mampu melakukan sendiri.
- Anak diberi kesempatan sesekali mengambil keputusan sendiri,
misalnya memilih baju yang akan dipakai.
- Anak diberi kesempatan untuk bermain sendiri tanpa ditemani
sehingga terlatih untuk mengembangkan ide dan berpikir untuk dirinya. Agar
tidak terjadi kecelakaan maka atur ruangan tempat bermain anak sehingga
tidak ada barang yang membahayakan.
- Biarkan anak mengerjakan segala sesuatu sendiri walaupun
sering membuat kesalahan.
- Ketika bermain bersama bermainlah sesuai keinginan anak, jika
anak tergantung pada kita maka beri dorongan untuk berinisiatif dan dukung
keputusannya.
- Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan dan idenya
- Latihlah anak untuk mensosialisasi diri, sehingga anak
belajar menghadapi problem sosial yang lebih kompleks. Jika anak ragu-ragu
atau takut cobalah menemaninya terlebih dahulu, sehingga anak tidak
terpaksa.
- Untuk anak yang lebih besar, mulai ajak anak untuk mengurus
rumah tangga, misalmya menyiram tanaman, membersihkan meja, menyapu
ruangan, dan lain-lain.
- Ketika anak mulai memahami konsep waktu dorong mereka untuk
mengatur jadwal pribadinya, misalnya kapan akan belajar, bermain dan
sebagainya. Orang tua bisa mendampingi dengan menanyakan alasan-alasan
pengaturan waktunya.
- Anak-anak juga perlu diberi tanggung jawab dan konsekwensinya
bila tidak memenuhi tanggung jawabnya. Hal ini akan membantu anak
mengembangkan rasa keberartian sekaligus disiplin.
- Kesehatan dan kekuatan biasanya berkaitan juga dengan
kemandirian, sehingga perlu memberikan menu yang sehat pada anak dan ajak
anak untuk berolah raga atau melakukan aktivitas fisik.
2.4. Faktor yang
Mendorong Tumbuhnya Kemandirian Anak
Kemandirian sangat dipengaruhi
oleh kepercayaan diri. Dalam riset terbaru mengenai perkembangan kepercayaan
diri dan kepercayaan antara anak dengan orang tua ditemukan bahwa jika anak
merasa aman, maka anak akan lebih mau melakukan penjelajahan sendiri, lebih
mampu mengelola stress, mempelajari ketrampilan baru, dan berhubungan dengan
orang lain serta memiliki kepercayaan lebih bahwa mereka cukup kompeten untuk
menghadapi lingkungan yang baru.
Untuk mendorong pertumbuhan dan
kemandirian anak, Tracy Hogg dan Melinda Blau dalam bukunya “Secrets of the Baby
Whisperer for Toddlersa” memperkenalkan konsep baru yang disebut dengan
HELP (Hold your self back, Encourage exploration, Limit, and Praise), menjelaskan lebih lanjut bahwa dengan menahan diri kita akan
mengumpulkan banyak informasi dengan memperhatikan, mendengarkan, dan menyerap
seluruh gambar untuk menentukan apa dan siapa anak kita, sehingga kita dapat
mengantisipasi kebutuhan dan memahami bagaimana respon anak tersebut pada
lingkungan sekitar. Dengan menahan diri, kita juga dapat mengirimkan sinyal
bahwa ia kompeten dan kita mempercayainya anak melakukan sesuatu sesuai dengan
keinginannya.
Dengan mendorong penjelajahan,
kita menunjukkan pada anak bahwa kita percaya pada kemampuannya untuk mengalami
apa yang ditawarkan oleh kehidupan yang ia alami, dan kita ingin agar anak kita
bereksperimen dengan benda-benda, orang, dan pada akhirnya ide-ide yang baru.
Dengan demikian anak akan lebih terdorong untuk melakukan semua tindakan tanpa
merasa takut dihantui oleh kita sebagai orang tuanya.
Kegiatan membatasi (limit), orang tua mengemukakan
dengan benar peran kita sebagai orang dewasa, menjaga anak dalam batas aman,
membantunya membuat pilihan yang tepat, dan melindungi anak tersebut dari
situasi berbahaya baik secara fisik maupun secara emosional.
Dengan memuji (praise), kita mengukuhkan
pembelajaran yang telah kita berikan, pertumbuhan, dan perilaku yang bermanfaat
bagi anak ketika ia memasuki dunia dan berinteraksi dengan anak-anak dan orang
dewasa lainnya. Hasil riset menunjukkan bahwa anak-anak yang diberikan pujian dengan
benar, ia semakin terdorong untuk belajar lebih, dan dapat menikmati kerjasama
yang terjalin antara dirinya dengan orang tuanya. Anak yang biasa diberikan
pujian dengan benar menjadi lebih dapat lebih menerima masukan dari orang
tuanya, dan bukan suatu hal yang kebetulan seandainya orang tua menjadi lebih
perhatian dan penyayang. Pujian hanya diberikan jika anak telah melakukan
perkerjaan dengan baik. Tujuan pujian bukanlah untuk membuat anak senang,
melainkan untuk menekankan bahwa pekerjaan yang telah dilakukan dengan baik,
untuk memuji sikap yang baik, dan mengakui ketrampilan sosial yang dimiliki
anak, termasuk segi keramahan dan kerjasama. Dengan pujian anak akan tahu ia
telah melakukan sesuatu dengan benar dan baik.
Kasih sayang dan cinta merupakan
unsur ajaib dalam hal menjadi orang tua. Jika anak dicintai dan disayangi ia
akan merasa aman dan ingin menyenangkan orang tuanya. Tidak ada kata terlalu
banyak kasih sayang dan cinta, siapkah kita menjadi orang tua yang bijaksana.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Mendidik kemandirian
anak hendaknya dilakukan sejak usia dini. Karena hal ini berkaitan erat dengan
perilaku anak di masa mendatang. Bila sejak dini anak sudah di arahkan untuk
lebih mandiri maka dengan sendirinya anak akan belajar memahami berbagai pilihan perilaku dan resik yang harus
di pertanggungjawabkan. Bila anak semakin di kekang, maka ia tidak bisa
mengendalikan emosinya, sehingga akan timbul berbagai kemungkinan seperti
munculnya perilaku memberontak dan atau justru akan sangat tergantung pada
orang lain. Orang tua mana yang tidak ingin anaknya menjadi lebih mandiri?
Semua orang tua pasti menginginkan anak yang mandiri. Tentunya bila
menginginkan anak yang mandiri,haruslah dilakukan sejak usia dini dan dilakukan
secara konsisten dan dengan penuh kesabaran.
Menurut pengertiannya
sikap mandiri adalah sikap yang memungkinkan bagi anak untuk melakukan tindakan
dan perbuatan secara bebas, melakukan sesuatu atas inisiatif sendiri tanpa
merepotkan ataupun memerlukan orang lain sehingga mampu mempengaruhi
lingkungannya dengan percaya diri sehingga sang anak mendapatkan kepuasan
terhadap apa yang telah dilakukannya.
Anak yang memiliki sikap kemandirian dapat dilihat dengan
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Bertanggung
jawab
2. Percaya
diri tinggi
3. Kreatif
dan inisiatif
4. Mampu
menyelesaikan masalah menggunakan tingkat kecerdasan yang dimilikinya.
3.2. Saran
Kebanyakan para orang
tua memperlakukan anaknya secara berlebihan dan memanjakannya, sehingga yang
terjadi anak menjadi tidak mandiri dan selalu mengharapkan bantuan dari orang
lain. Bahkan banyak pula orang tua yang melakukan proteksi secara berlebihan,
sehingga ketika anak mencoba atau melakukan hal yang baru, para orang tua
cenderung melarangnya karena berbagai alasan. Bukankah lebih baik anak
didampingi dan di beri arahan dalam melakukan hal-hal yang baru, bukan malah
melarangnya.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment